Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR, Melchias Mekeng, memberi ilustrasi kondisi penguatan kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang pernah terjadi di Indonesia.




Pada 1998, rupiah mencapai Rp17.000/dolar Amerika Serikat tapi karena Presiden BJ Habibie saat itu mampu membangun kepercaraan dan meyakinkan publik maka rupiah menguat menjadi Rp6.850.




Kini rupiah melorot di Rp14.500/dolar Amerika Serikat. Upaya perbaikan sedang disusun pemerintah, di antaranya meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi Tahap I, pekan lalu. 




"Ini over shoot, under value karena tidak mencerminkan indikator ekonomi. Yang tidak ada sekarang ini kepercayaan dan keyakinan dari pemerintah, khususnya di bidang moneter," kata Mekeng, di Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis. 




"Orang merasa gamang, orang akan mencari currency yang kuat. Kalau Central Bank AS naikin, tambah terperosok lagi rupiah dan kita tak bisa berbuat apa-apa," kata Mekeng.




Indonesia saat pasca Soeharto berkuasa itu, kata dia, punya indikator ekonomi yang bisa dibilang hampir hancur, pertumbuhan ekonomi minus, inflasi 60-70 persen, suku bunga tinggi. Tapi karena ada kepercayaan dan peyakinanan dari pemerintah, bisa teratasi. 




“Tapi sekarang ini  pemerintah harus menyampaikan penataan yang sedang dilakukan harus lebih nyata, regulasi harus nyata, misalnya mengundang asing untuk investasi ke Indonesia. Ituu harus nyata, tidak mengambang,” katanya.




“Presiden harus memberikan peyakinan dan kepercayaan kepada pengusaha bahwa orang masih mau masuk ke Indonesia dan itu harus dibuktikan," katanya. 




"Pernyataan bahwa ekonomi kita masih kuat, rakyat tak mau itu. Rakyat mau yang lebih nyata, artikulasi terhadap ekonomi,” kata dia.






Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ade P Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2015