Jakarta (ANTARA News) - Kepolisian tengah menyiapkan pusat data (data base) Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) tersangka pelaku kejahatan atau tindakan kriminal guna mempercepat proses identifikasi pelaku kejahatan dan terorisme transnasional. "Kita sudah mulai membangun, sesuai dengan anjuran interpol untuk membantu penanganan kejahatan transnasional," kata Kepala Departemen Pengobatan Pusat Kedokteran dan Kesehatan Kepolisian RI Musaddeq Ishaq, di Jakarta, Senin. Ia menjelaskan saat ini kepolisian telah memiliki data profil DNA pelaku terorisme dan kerabat tersangka terorisme serta membangun laboratorium DNA forensik yang representatif guna mendukung upaya pemeriksaan dan identifikasi DNA kriminal. "Kita mulai dengan profil DNA pelaku terorisme. Selanjutnya juga akan dilakukan pada pelaku penyalahgunaan narkoba dan tindak kriminal lainnya," katanya. Lebih lanjut dia menjelaskan dalam proses identifikasi selain sidik jari, cetak gigi (dental record), dan gambaran fisik, data profil DNA kriminal juga diperlukan untuk memastikan identitas pelaku kejahatan, utamanya yang kondisi tubuhnya sudah sulit dikenali. Dengan teknologi DNA forensik, ia melanjutkan, seburuk apapun kondisi sampel tersangka pelaku kejahatan akan bisa dikenali. Musaddeq mencontohkan, penggunaan teknologi DNA forensik tersebut telah dilakukan dalam proses identifikasi tersangka pelaku sejumlah pemboman di Tanah Air dan hasilnya sangat memuaskan. "Karena itu criminal DNA data base ini secara bertahap akan disiapkan untuk mempercepat proses identifikasi. Tapi mungkin akan butuh waktu sebab ini membutuhkan dukungan piranti lunak dan laboratorium forensik DNA yang memadai," katanya serta menambahkan dalam hal ini pihaknya mendapat dukungan dari Kepolisian Federal Australia dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Berkenaan dengan hal itu Manajer Eksekutif Lembaga Eijkman Herawati Sadoyo mengatakan, pemeriksaan DNA untuk pembuatan data base profil DNA kriminal umumnya dilakukan dengan sistem kodifikasi seperti yang dilakukan oleh Biro Investigasi Federal (Federal Bureau of Investigation/FBI) Amerika. "Yakni identifikasi marka-marka DNA tertentu, yang dalam hal ini ada 13 marka," katanya. Ia menambahkan pula bahwa untuk keperluan itu perlu dilakukan pemeriksaan STR (Short Tandom Repeat-red) DNA yakni bagian DNA yang memiliki urutan berulang di mana setiap indivuidu mempunyai pola pengulangan yang berbeda. "Tapi sistem kodifikasi yang seperti itu belum dilakukan. Setelah ini akan lakukan beberapa kali pertemuan untuk membuat definisi kriminal yang akan diperiksa DNA-nya, mungkin setelah itu baru bisa dilakukan," kata Herawati. Lembaga Eijkman sendiri, menurut dia, saat ini telah mempunyai laboratorium forensik DNA memadai yang dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan DNA forensik sesuai praktik laboratorium yang sesuai standar internasional.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007