Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) menyatakan banjir besar yang sempat melumpuhkan kegiatan ekonomi di ibukota Jakarta pada musim penghujan awal Februari ini, kemungkinan akan mempunyai dampak awal (first round effect) yang cukup signifikan pada harga-harga. "BI akan mencermati dampak lanjutan (second-round effect) pada ekspektasi inflasi pada bulan-bulan ke depan dan dampak banjir di ibu kota terhadap kegiatan ekonomi di sektor riil", kata Gubernur BI Burhanuddin Abdullah dalam siaran persnya, Selasa. Bencana banjir yang terjadi pada awal Pebruari ini merendam hampir 70 persen wilayah Jakarta telah menghentikan sebagian aktifitas perekonomian, terutama tersendatnya penyaluran bahan pokok. Dengan tersumbatnya distribusi ini telah terjadi kenaikan harga sejumlah bahan pokok di wilayah ibukota. Dengan kondisi saat ini BI melihat bahwa proyeksi inflasi pada dua tahun ke depan, yaitu 2007 dan 2008, menunjukkan laju inflasi IHK (indeks harga konsumen) cenderung berada di batas atas target inflasi. Sementara itu perkembangan laju inflasi inti sampai saat ini yang merupakan prediktor dini inflasi IHK dalam jangka menengah-panjang juga menunjukkan kecenderungan angka yang masih persisten cukup tinggi. Industri Perbankan Diungkapkannya, kondisi industri perbankan selama tahun 2006 menunjukkan arah membaik, tercermin dari perkembangan positif berbagai indikator utama kinerja perbankan. Total aset selama tahun 2006 naik senilai Rp223,7 triliun atau 15,2 persen, sedang rasio kecukupan modal (CAR) perbankan meningkat menjadi 20,5 persen dari 19,5 persen. Di sisi lain, permasalahan utama yang masih dihadapi industri perbankan yaitu pelaksanaan fungsi intermediasi yang masih belum optimal dan upaya penurunan kredit bermasalah, katanya. Dari kenaikan aset sebesar Rp223,7 triliun pada 2006, hanya senilai Rp102,8 triliun yang ditanamkan dalam bentuk kredit, sedangkan Rp110,3 triliun ditanamkan dalam bentuk surat berharga (SBI+ FASBI). Kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) pada periode yang sama turun signifikan menjadi 7,0 persen (gross) dan 3,6 persen (net) dari posisi Desember 2005 sebesar 8,3 persen (gross) dan 4,8 persen (net). Selain itu, BI juga melihat beberapa faktor risiko permasalahan yang berpotensi melanggengkan kekakuan di sisi penawaran pada tahun 2007, yang terutama bersumber pada ekonomi biaya tinggi, kesimpangsiuran dan inkonsistensi regulasi, berbagai pungutan yang dirasa sangat membebani pengusaha, dan masih rendahnya tingkat kepastian hukum. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007