Jakarta (ANTARA News) - Rencana pencabutan subsidi 23 juta pelanggan listrik golongan 450-900 VA, harus dipikirkan secara matang.

"Pencabutan itu akan dipandang tidak sensitif terhadap keadaan masyarakat yang ekonominya sedang merosot," kata Wakil Ketua Komisi VI DPR, Heri Gunawan, di Jakarta, Kamis.

"Selain itu, pencabutan tersebut tidak tepat di saat listrik sering padam, terutama di daerah-daerah. Di mata masyarakat, ini tidak logis. Tarif naik, tapi listriknya sering mati. Jadi, sia-sia saja bayar listrik mahal," kata dia.

Di samping itu, hal lain yang penting adalah soal transparansi Harga Pokok Produksi (HPP) listrik. Mestinya, sebelum menaikkan tarif, perlu dijelaskan secara terbuka dan transparan berapa sebetulnya HPP listrik PLN. Dengan begitu, masyarakat akan tahu berapa sebetulnya harga yang harus dibayarkan oleh masyarakat.



"Pemerintah juga mesti menghitung secara matang sejumlah aspek yang harus dipertimbangkan, seperti inflasi, nilai tukar, dan harga minyak mentah Indonesia," katanya.

Ia berharap akan ada pemecahan yang lebih arif terkait listrik.

"Upaya efisiensi PLN jangan terus-terusan digeser ke masyarakat dengan membayar listrik yang makin mahal sedangkan kualitasnya tidak diperhatikan," sebut politisi Partai Gerindra itu.

Untuk diketahui, inefisiensi di PLN itu rata-rata triliunan rupiah setiap tahunnya. Inefisiensi itu terjadi karena tingginya biaya bahan baku, dll. Itu sudah terjadi dari tahun ketahun, karena gagalnya perencanaan listrik nasional. Dan itu terus-menerus menambah beban rakyat.

"Sekali lagi, pemerintah harus lebih arif. Pemerintah tidak boleh terus-menerus menggeser beban inefisiensi, termasuk beban defisit APBN 2016, ke masyarakat dengan jalan memotong subsidi yang menjadi haknya," demikia Gunawan.

Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ade P Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2015