Yogyakarta (ANTARA News) - Tenaga Ahli Kebencanaan Kementerian ESDM, Surono, memperkirakan letusan Gunung Rinjani yang keluar dari kerucut aktif Gunung Barujari tidak akan bersifat eksplosif.




"Gunung Rinjani tidak lagi memiliki daya yang signifikan untuk membuat letusan yang eksplosif," kata Surono, di Yogyakarta, Kamis.




Menurut Surono, letusan eksplosif seperti 2009 sulit kembali terjadi sebab setelah mengalami letusan strombolian (letusan yang membawa material pijar) pada 25 Oktober 2010 dan 2 November 2015 disertai lelehan lava, sistem kerucut aktif Gunung Barujari yang merupakan anak Gunung Rinjani telah terbuka.




"Kecil kemungkinan Gunung Rinjani tiba-tiba mengalami perubahan karakter menjadi mengeluarkan letusan yang besar karena letusan strombolian dan aliran lava sudah terjadi, artinya sistemnya sudah terbuka," kata dia.




Selain itu, volume pertumbuhan kubah lava Gunung Rinjani juga cenderung rendah dengan angka maksimal mencapai 18 meter kubik per detik (3 November 2015). Berbeda dengan Gunung Merapi dengan pertumbuhan kubah lava mencapai 38 meter kubik per detik (2010).




Oleh sebab itu, menurut dia, letusan-letusan yang masih akan terjadi hanya letusan disertai semburan material pijar yang akan jatuh kembali di dalam kaldera Gunung Rinjani saja. 




"Selama masyarakat tidak masuk radius tiga kilometer (dari kaldera Gunung Rinjani) ya tenang-tenang saja, tidak usah cemas," kata dia.




Namun demikian, Surono mengatakan kendati letusannya tidak terlalu besar, abu yang dihasilkan dari letusan itu perlu diwaspadai oleh seluruh aktivitas penerbangan di sekitar wilayah itu.




Menurut dia, abu yang dihembuskan sangat halus dan mudah terbawa angin karena magma gunung bersifat andesit basaltik yang dihasilkan dari pembakaran sempurna di dalam perut gunung.




"Abu halus ini memang tinggi dan susah jatuh. Bahayanya kalau tersedot, mesin jet pesawat bisa mati," kata dia.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Ade P Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2015