Kupang (ANTARA News) - Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Klas I Kupang Sumawan mengatakan gempa tektonik berkekuatan 6,2 Skala Richter (SR) di Maritaing, Kabupaten Alor, NTT diakibatkan karena adanya patahan lempeng di dasar laut.

"Jadi gempa yang terjadi di Alor mulai Rabu (4/11) pekan lalu dan sampai saat ini masih ada gempa susulan tersebut diakibatkan karena adanya patahan lempengan (sesar) di dasar laut," katanya kepada Antara di Kupang, Senin.

Gempa berkekuatan 6,2 SR menguncang Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur, Rabu (4/11) sekitar pukul 11.44 WITA dengan lokasi gempa berada pada posisi 8.20 LS dan 124.94 BT atau sekitar 28 kilometer timur laut Alor pada kedalaman 89 kilometer dari permukaan laut.

Data terakhir yang diterima Antara Kupang dari Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB) menyebutkan bahwa data sementara kerugian akibat gempa berkekuatan 6,2 SR tersebut mencapai Rp49,8 miliar karena menghancurkan rumah warga serta fasilitas umum di lima kecamatan dan 18 desa.

Sumawan mengatakan gempa tektonik yang sama juga pernah terjadi pada 2004 namun pada saat itu pusatnya terjadi di pantai utara Alor yang menewaskan kurang lebih 31 orang.

"Kalau tahun 2004 itu terjadi di pantai utara Alor dan saat ini sudah bergeser ke Alor Timur karena ada gerakan atau gesekan lempeng," ujarnya.

Sumawan menjelaskan, di Kabupaten Alor terdapat satu lempeng yang berasal dari Kisar-Wetar (Maluku Barat Daya) Labuan Bajo, Manggarai Barat yang jika terjadi patahan maka akan terjadi pergeseran yang mengakibatkan gempa.

Ia juga mengatakan sampai Senin pagi sekitar pukul 09.00 WITA masih terjadi gempa susulan dengan kekuatan 4,0 SR dengan lokasi terdapat di 8.09 Lintang Selatan (LS)-125.29 Bujur Timur (BT) yang terdapat di 68 kilometer Timor Laut Alor dengan kedalaman 10 kilometer.

"Kita belum bisa tentukan kapan gempa tersebut dapat berakhir namun dari pemantauan kami saat ini intensitasnya mulai berkurang," ujarnya. ***4***







(T.K010/B/A043/A043) 09-11-2015 12:04:24

Pewarta: Kornelis Kaha
Editor: Fitri Supratiwi
COPYRIGHT © ANTARA 2015