Jakarta (ANTARA News) - Jakarta sejak dahulu kala memang wilayah biasa kebanjiran, termasuk ketika kondisi tutupan lahan Jakarta masih tinggi, misalnya pada tahun 1617, dikarenakan kondisi morfologi wilayahnya, kata peneliti LIPI Dr Robert Delinom di Jakarta, Jumat. "Jadi kalau Jakarta mau jadi ibukota memang harus selalu siap menghadapi banjir, semuanya dibangun atas pertimbangan kemungkinan datangnya banjir, sistem drainase harus baik," kata peneliti Puslit Geoteknologi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) itu. Pembangunan pemukiman secara vertikal (rumah susun), ujarnya, merupakan salah satu solusi untuk mengurangi kerugian masyarakat yang sangat besar akibat banjir karena dengan rusun bisa membantu mengurangi hilangnya tutupan lahan. Sementara itu, peneliti Puslit Biologi LIPI, Nurdjito, mengatakan, untuk tidak menimbulkan banjir, volume air larian (run off) harus kurang dari delapan persen dari volume air hujan. "Jika setiap rumah punya sumur resapan air sehingga air larian nol persen, atau dengan kata lain 100 persen air hujan ditangkap di halaman rumah masing-masing warga maka Jakarta tidak akan banjir," katanya. Sejauh ini hampir semua tanah pemukiman, pertokoan, perkantoran, atau area industri di Jakarta tertutup kawasan keras sehingga seluruh air hujan langsung mengalir ke selokan atau sungai yang ketika daya tampungnya tak mencukupi kemudian meluap. Idealnya, lanjut dia, setiap rumah di Jakarta memiliki sumur resapan untuk menahan air hujan di tanah masing-masing atau meminimalkan volume air mengalir ke permukaan tanah seperti diatur dalam Peraturan Gubernur no 68 tahun 2005. Ukuran sumur resapan itu, ujarnya, tak berbeda dengan septitank, tak perlu memakan lahan yang luas dengan kedalaman sekitar dua meter. Robert menambahkan, untuk menghindari banjir, Jakarta tak perlu menunggu pemerintah daerah Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur), wilayah hulu sungai Jakarta, menjadikan daerahnya sebagai resapan air bagi Jakarta. Menurut dia, adalah keliru beranggapan bahwa air tanah Jakarta berasal dari daerah resapan air di Bopunjur, karena menurut penelitian terbaru LIPI dengan metode suhu bawah permukaan dan isotop stabil, ada batuan tua dan padat formasi Bojongmanik yang terentang dari Serpong ke Parung menghalangi air tanah pegunungan Jabar merembes ke Jakarta. "Jadi air tanah Jakarta dipasok oleh air hujan yang jatuh di daerah selatan Jakarta sendiri, bukan dipasok dari Bopunjur," katanya. Dengan demikian, untuk mempertahankan pasokan air tanah ibukota, ujarnya, air hujan yang jatuh di wilayah Jakarta harus diusahakan meresap masuk ke dalam tanah dan menjadi tabungan air pada musim kemarau.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007