Jakarta (ANTARA News) - Perayaan Imlek di Indonesia lebih terbuka dan tidak terbatas kepada satu etnis tertentu seperti halnya di sejumlah negara lain, kata seorang pakar budaya China dari Universitas Indonesia (UI). "Imlek di Indonesia jauh lebih multikultural karena banyak melibatkan warga non-Tionghoa, misalnya banyak pemain barongsai yang ternyata bukan keturunan Tionghoa," kata staf pengajar Program Studi China Fakultas Ilmu Budaya UI, Johanes Herlijanto di Jakarta, Jumat. Menurut dia, perayaan Imlek di Malaysia biasanya eksklusif untuk masyarakat Tionghoa, sedangkan di Singapura lebih diarahkan untuk atraksi yang menarik wisatawan asing. Selain multikultural, lanjutnya, kekhususan dari perayaan Imlek di Indonesia adalah menggunakan angka, seperti pada bulan Februari 2007 M dianggap masuk ke tahun Imlek 2558. "Padahal di negara lain seperti Malaysia dan Singapura biasanya tidak mencantumkan angka," ujar Johannes sambil menambahkan bahwa terdapat berbagai versi mengenai angka tersebut. Ia mengungkapkan, angka 2558 mengacu kepada tahun kelahiran Kong Hu Cu yang diperkirakan terjadi pada tahun 551 SM. Etika Konfusianisme memang melekat erat pada kebanyakan masyarakat Tionghoa, baik yang menganut Kong Hu Cu maupun tidak. Pengajar mata kuliah Kebudayaan China di Indonesia itu mengatakan, Imlek merupakan perayaan yang telah berumur ribuan tahun yang dimaksudkan untuk menyambut datangnya musim semi. Johannes menjelaskan, kegembiran terhadap datangnya musim semi karena pada musim dingin sebelumnya rakyat di China tidak dapat bekerja seperti memanen di sawah akibat suhu yang sangat dingin. Istilah Imlek itu sendiri merupakan dialek Hokkian yang kata Mandarinnya adalah Yin Li, yang berarti sistem penanggalan berdasarkan bulan. Sedangkan istilah Mandarin untuk sistem penanggalan berdasarkan matahari adalah Yang Li. Di dalam Imlek terdapat berbagai aksesoris yang merupakan ciri khas perayaan tersebut seperti barongsai dan angpau. Sedangkan makanan yang biasa dihindangkan antara lain ikan dan kue keranjang. Mengenai ucapan yang biasa diucapkan saat Imlek, Johannes mengungkapkan, kalimat lengkapnya adalah "xin nian kuai le gongxi fa cai", yang berarti kurang lebih "selamat tahun baru, semoga berbahagia dan mendapat berkah yang melimpah". "Namun, `gongxi fa cai` saja biasanya sudah cukup," kata lelaki yang telah mengajar di UI sejak 1996 itu.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007