Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah anggota Komisi I DPR menengarai adanya penggelembungan dana dalam pengadaan pesawat tempur jenis Sukhoi TNI AU sekitar 40-100 persen. "Saat ini kami menduga adanya `mark-up` yang cukup tinggi dalam pengadaaan Sukhoi yakni antara 40-60 persen," kata Anggota Komisi I dari FPG Joko Subroto dalam rapat dengar pendapat KSAU Marsekal Herman Prayitno dengan Komisi I DPR, di Jakarta, Senin. Untuk itu, lanjut dia, Mabes TNI AU harus mengkaji dan mempertanggung jawabkan pengadaan pesawat tempur tersebut sampai masalah penggelembungan dana itu dapat diselesaikan dan diklarifikasi. "Hal itu penting mengingat kondisi anggaran pemerintah yang masih terbatas. DPR akan mendukung setiap kebijakan pemerintah dan TNI untuk meningkatkan kemampuannya, tetapi tetap harus dilakukan secara transparan dan akuntabel," ujar Joko. Sedangkan anggota Komisi I dari Fraksi Damai Sejaktera, Jeffrie Masie bahkan menduga ada penggelembungan dana hingga 100 persen dalam pengadaan Sukhoi dari pabrik "Knaapo Rusia". "Ini harus dijelaskan oleh TNI AU," katanya. Bagaimanapun juga, kata Jeffrie, transparansi dan akuntabilitas perlu untuk mendukung profesionalisme TNI, khususnya dalam pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista). Hal senada diungkapkan oleh anggota Komisi I lainnya, Happy Bone yang mengatakan pembahasan pengadaan alutsista terutama yang mematikan seperti pesawat tempur harus dilakukan secara intensif dan mendalam antara TNI AU dan Komisi I DPR hingga pengadaannya benar-benar akuntabel sesuai dengan anggaran yang tersedia. "Kita mengharapkan ada pembicaraan yang mendalam dalam hal pengadaan alutsista, termasuk pesawat tempur Sukhoi," katanya. Sementara itu, KSAU Herman Prayitno mengatakan rencana pengadaan pesawat tempur Sukhoi sudah dilakukan sejak 1997, namun terhenti karena krisis moneter. Pada 2003 pemerintah memutuskan untuk membeli pesawat jenis Flanker dari Rusia, namun pihak Rusia hanya bisa memberikan pesawat tempur tipe SU-27 MK dan SU-30 MK masing-masing dua unit. Namun dua jenis pesawat tempur Sukhoi itu belum dilengkapi sistem komunikasi dan navigasi sesuai standar internasional (masih menggunakan sistem Rusia). "Saat ini TNI AU sudah memprogramkan untuk memodifikasi sistem komunikasi navigasi empat pesawat tersebut untuk disesuaikan dengan standar internasional dan disamakan dengan pengadaan pesawat Sukhoi yang akan datang," katanya. Dia mengatakan pengadaan Sukhoi yang akan datang tetap akan menggunakan produk dari pabrik "Knnapo" karena beberapa pertimbangan seperti penyerapan teknologi dan pengadaan suku cadang. "Penyerapan teknologi pesawat Rusia lebih sulit apabila dibandingkan sengan pesawat dari negara-negara Barat. Untuk sementara ini teknisi TNI AU sudah mendalami dan terbiasa dengan sistem pemeliharaan atau teknologi pesawat Sukhoi buatan Knaapo," katanya. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2007