Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah peneliti internasional dan dalam negeri memprediksi luapan lumpur panas yang dipicu pengeboran Lapindo Brantas Inc di Porong, Sidoarjo, Jatim baru terhenti setelah 30 tahun. Pendapat tersebut antara lain diungkapkan peneliti kebumian Universitas Kyoto Jepang James J Mori, Kepala Badan Penerapan dan Pengkajian Teknologi (BPPT) Said D Jenie, dan Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Achmad Luthfi di sela seminar International Geological Workshop Sidoarjo Mud Vulcano di Jakarta, Selasa. Mereka sependapat semburan lumpur tersebut merupakan fenomena alam, sehingga sulit dihentikan dengan teknologi apapun. Rencananya, hasil seminar tersebut akan diserahkan ke pemerintah. James J Mori mengatakan, saat ini, upaya yang bisa dilakukan adalah membuat penampungan dengan teknologi pemisahan air seperti yang sudah dilakukan saat ini. Mengenai penyebab, Mori mengatakan, bisa saja terjadi karena aktivitas pengeboran atau gempa bumi. Sedang, Said D Jenie menyarankan, agar segera membangun kanal buat mengalirkan lumpur langsung ke laut. Namun, di saat bersamaan, ia mengatakan, paling penting dilakukan sekarang adalah mengurangi dampak sosial dan lingkungan. "Sebab, secara teknis sulit ditangani karena lumpur ini karena merupakan fenomena alam," ujarnya. Achmad Luthfi yang juga Deputi Perencanaan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) mengatakan, berdasarkan perhitungan IAGI telah terjadi penurunan permukaan tanah antara tiga cm hingga 91 cm pada periode Juli-Agustus 2006. Ia menjelaskan, semburan tersebut merupakan proses pembentukan gunung lumpur sebagai akibat rekahan baru atau pun reaktivasi dari patahan yang lama yang kemudian berfungsi sebagai saluran. Menurut Luthfi, lokasi pengeboran sumur Banjar Panji-1 sudah cukup relevan guna menentukan adanya potensi migas.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007