Jakarta (ANTARA News) - Munculnya sejumlah permasalahan ini seperti kasus Mensesneg Yusril Ihza Mahendra dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Taufiqurrahman Ruki harus disikapi oleh Presiden dengan segera melakukan komunikasi di level atas. "Presiden terlalu banyak ke desa-desa atau fokus ke publik, sementara aktor-aktor politik atau demokrasi tidak bisa dikendalikan," kata peneliti dan pengamat politik CSIS Indra J Piliang dalam konferensi pers Nasib PP 37/2006 dan Pemberantasan Korupsi yang diselenggarakan Masyarakat Profesional Madani di Jakarta, Kamis. Indra mengatakan Presiden harus melakukan pendekatan elitis dan tertutup, di samping melakukan restrukturisasi dalam kabinet dan mulai menempatkan orang-orang yang kompeten serta betul-betul loyal di dalam kelembagaan yang ada. "Jika sok terapi itu dilakukan, saya kira wibawa Presiden naik lagi," ujarnya. Menurut Indra, selama ini dalam pemberantsan korupsi yang punya prestasi adalah KPK. Padahal KPK adalah bukan institusi presiden dan bukan bagian dari kabinet, sedangkan yang institusi presiden adalah Timtastipikor. "Saya kira langkah-langkah elitis dan tertutup serta agak kejam dengan menyingkirkan orang yang tidak loyal pada Presiden harus diambil," katanya. Kalau akibatnya ada tekanan politik, lanjut Indra, tekanan itu masih dapat dikendalikan, karena popularitas Presiden yang masih tinggi. Indra berpendapat, popularitas Presiden Yudhoyono saat ini masih kuat di kalangan publik meski ada penurunan karena bencana alam. Bahkan, institusi Presiden masih dianggap sakral dan layak untuk dilindungi, sehingga kesalahan bukan terletak di tangan Presiden, tetapi di tangan menteri-menterinya. "Peluang itu harus digunakan Presiden untuk membenahi situasi politik," katanya. Mengenai kasus Mensesneg Yusril, Indra mengkhawatirkan akan terjadi sama dengan kasus Bulogate atau Timorgate yang dapat menyebabkan presiden jatuh. "Ini sebuah skenario yang paling buruk yang mungkin tercipta, terpikirkan oleh dua orang penasehat Presiden ini," katanya. Gus Dur jatuh karena kasus-kasus korupsi sekalipun di DPR, kasus itu tidak relevan lagi, karena ketika Gus Dur jatuh pun tidak ada pemeriksaan lagi mengenai kasus tersebut, namun dari sisi politik citra telah hancur sedangkan secara hukum tidak tersentuh. "Kita lihat Habibie juga jatuh dengan Timorgate. Hampir semua Parpol menanyakan kepada Habibie kenapa memberikan opsi merdeka dan otonomi kepada Timor-timur," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007