Mataram (ANTARA News) - Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat membentuk tim penyelidik guna mencari keberadaan seorang mahasiswi semester III Fakultas Ekonomi Universitas Mataram, Rani Pradini Putri, yang diduga ikut bergabung dengan aliran sesat Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar).

"Kita sudah bentuk tim yang beranggotan dari jajaran intelijen dan reskrim untuk bersama-sama mengecek kebenaran informasi hilangnya mahasiswi Unram dan mencari keberadaannya," kata Kapolda NTB Brigjen Pol Umar Septono di Mataram, Kamis.

Terakhir, lanjutnya, warga yang ikut bergabung dengan organisasi terlarang ini banyak dikirim ke wilayah Kalimantan. Terkait hal tersebut, Umar Septono berencana akan berkoordinasi dengan pihak kepolisian setempat.

"Kalau informasi terakhirnya banyak ke Kalimantan, jadi kita akan koordinasi bahasanya dengan polda setempat, untuk mengetahui keberadaan dia dan teman yang mengajaknya itu," ujarnya.

Diketahui, orang tua Rani telah datang melapor ke pihak kepolisian. Mahasiswi berprestasi penerima beasiswa bidik misi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu dilaporkan hilang bersama seorang rekan yang mengajaknya.

Rekan yang mengajaknya itu bernama Hafil, warga Desa Sandik, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat. Hafil tidak lain merupakan tetangganya, dan diketahui salah satu anggota Gafatar di NTB.

Rani dilaporkan menghilang terhitung sejak Mei 2015, hingga kini orang tuanya meresahkan nasib anak perempuannya itu, karena menduga ikut bergabung dengan kelompok ajaran sesat.

Lebih lanjut, pada 2012 lalu, organisasi Gafatar ini diakuinya pernah mendatangi Mapolda NTB, dengan tujuan untuk bersinergi dengan pihak kepolisian. Namun, kehadirannya ditolak mentah karena dinilai tidak sesuai dengan Syariat Islam.

"Saat itu mereka belum membawa nama organisasinya. Mereka mengaku baru merencanakan," ucapnya.

Sehubungan hal tersebut, Umar Septono mengaku bahwa organisasi yang sudah jelas dilarang dan dinyatakan sebagai aliran sesat oleh MUI itu, dipastikan tidak ada di NTB.

"Mereka sempat beraktivitas di NTB, tapi sekarang sudah hilang. Karena keberadaannya ditolak oleh masyarakat kita," kata Umar Septono.

Pewarta: Dhimas Budi Pratama
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2016