Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tidak ada tawar-menawar atau "bargaining" dalam penyelesaian kasus dugaan korupsi di Depkumham, menyusul pertemuan antara Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki dan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra di Kantor Kepresidenan baru-baru ini. Menjawab pertanyaan anggota Komisi III, Yasonna Laoly, dalam Rapat Dengar Pendapat, antara KPK dan Komisi III di Gedung DPR, Jakarta, Senin, Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki menyatakan pertemuan antara dirinya dan Yusril yang difasilitasi oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Jumat 23 Februari 2007 itu bukanlah "penyelesaian adat". Menurut Ruki, kehadirannya di Kantor Presiden itu untuk memenuhi undangan Presiden guna membicarakan masalah penunjukan langsung yang diatur dalam Keppres No 80 Tahun 2003 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah. "Pembicaraan seputar masalah penunjukan langsung. Kalau soal apakah itu penyelesaian adat atau bukan, biar pak Panggabean (Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan-red) yang menjelaskan soal itu. Karena penanganan kasusnya ada di bidang penindakan," tutur Ruki. Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan, Tumpak Hatorangan Panggabean menegaskan, penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan alat pembaca sidik jari otomatis di Departemen Hukum dan HAM pada 2004, saat ini masih berjalan. "Kalau nanti dalam perkembangan penyidikan ditemukan alat bukti yang cukup tentang keterlibatan orang lain, tentu kita periksa," ujar Tumpak. Menurut dia, penanganan kasus dugaan korupsi di Depkumham tidak akan terpengaruh oleh pertemuan antara Yusril dan Ruki di Kantor Presiden yang seolah-olah menimbulkan kesan adanya tawar-menawar. "Yakinlah, masalah-masalah yang menyangkut politik dan non yuridis tidak akan mempengaruhi kegiatan penindakan di KPK. Itu janji kami," kata Tumpak. Anggota Komisi III Panda Nababan dan Akil Mochtar dalam rapat antara KPK dan Komisi III juga mempertanyakan kehadiran Ketua KPK dalam rapat kabinet terbatas di Kantor Presiden yang juga dihadiri oleh Mensesneg Yusril Ihza Mahendra itu. Ruki menjelaskan, sekretaris pimpinan KPK pada Jumat, 23 Februari 2007, sekitar pukul 11.30 WIB mendapat telepon dari Istana yang menyampaikan undangan kepada Ketua KPK untuk menghadiri rapat. "Di telepon itu tidak dikatakan rapat kabinet atau rapat apa. Hanya dikatakan, agendanya untuk membahas penunjukan langsung dalam Keppres No 80 Tahun 2003," ujarnya. Setelah mendapat persetujuan dari jajaran pimpinan KPK dan penasehat KPK, maka Ruki akhirnya memutuskan untuk menghadiri rapat tersebut. Hasil rapat itu pun, menurut Ruki, juga dilaporkan kembali kepada pimpinan dan penasehat KPK pada Jumat sore, setelah ia kembali dari Kantor Presiden. Menghadapi cecaran para anggota Komisi III yang mempertanyakan indepedensi KPK karena menghadiri rapat kabinet terbatas itu, Ruki mengatakan, tidak ada aturan yang melarang pimpinan KPK untuk menghadiri rapat koordinasi dengan siapa pun, termasuk dengan Presiden.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007