Jakarta (ANTARA News) - Badan Legislasi DPR optimis sepuluh Rancangan Undang-Undang disahkan menjadi Undang-Undang hingga Maret 2016 sehingga target Program Legislasi Nasional 2016 bisa terpenuhi.

"Pada bulan Maret 2016 seharusnya 10 RUU sudah selesai. Kuncinya, teman-teman di komisi sama-sama bekerja untuk menyelesaikan target ini," kata Wakil Ketua Baleg DPR Firman Soebagyo di Gedung Nusantara I, Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan ada 22 RUU yang sudah memiliki naskah akademis namun belum tentu semuanya segera selesai dan sudah ada 14 RUU masuk dalam pembahasan tingkat pertama.

Firman yang juga Ketua Panitia Kerja Prolegnas 2016 mencontohkan, RUU KUHAP memakan waktu lama karena idealnya KUHAP dahulu lalu kemudian KUHP.

"Sedangkan saat ini KUHP yang siap karena itu biar berbarengan," ujarnya.

Politikus Partai Golkar itu mengatakan kinerja legislasi DPR periode 201-2019 tahun pertama tidak maksimal karena siapapun anggota DPR, pimpinan tidak akan mampu menyelesaikan.

Hal itu menurut dia karena jabatan baru maka ada proses politik, penetapan paripurna sehingga DPR nyaris tidak bekerja.

"Apalagi peristiwa gonjang ganjing dan tarik menarik dua koalisi, sehingga yang paling sulit, tidak serta merta pembahasan RUU dilanjutkan, harus nol lagi sehingga itu menjadi masalah," ujarnya.

Dia mengatakan tahun pertama DPR periode 2014-2019 tidak bisa "carry over" pembahasan RUU diperiode sebelumnya.

Sementara itu menurut dia, di tahun kedua DPR periode 2014-2019 bisa "carry over" pembahasan UU ditahun pertama.

"Kalau masih satu masa jabatan bisa (carry over) namun apabila berbeda masa jabatan maka tidak bisa," katanya.

Dia mengatakan selain pemangkasan masa reses untuk meningkatkan kinerja legislasi, akselerasi lainnya adalah kecepatan naskah akademik.

Menurut dia, dari 40 RUU yang masuk prolegnas 2016, 22 diantaranya sudah selesai naskah akademisnya.

"Yang menjadi hambatan turunnya Surpres (Surat Presiden) karena menghabiskan waktu 60 hari dan pemerintah biasanya mengeluarkan diujung batas tersebut," katanya.

Dia menilai itu adalah konsekuensi lambannya pembahasan UU karena dibahas bersama dengan pemerintah.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2016