Jakarta (ANTARA News) - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) memberikan peringatan pertama kepada operator seluler PT Telkomsel terkait peristiwa ambruknya layanan sentral Intelligent Network (IN) Telkomsel pada pergantian tahun 2006 ke tahun 2007. "Telkomsel juga wajib memberi ganti rugi kepada pelanggan Telkomsel atas tidak berfungsinya layanan seluler secara langsung atau tidak langsung," kata anggota BRTI, Heru Sutadi, di Jakarta, Kamis. Pada 30 Desember 2006 pukul 23.00 WIB hingga 1 Januari 2007 pukul 01.00 WIB diketahui layanan seluler Telkomsel tidak berfungsi normal karena terjadi kelebihan kapasitas (overload) pada sistem IN menyusul tingginya trafik sehubungan perayaan Hari Raya Idul Adha, dan Tahun Baru. Tingginya beban IN juga terjadi bersamaan dengan berakhirnya program bonus menit (simPATI) pada tanggal 31 Desember 2006 ditambah dengan program SMS Murah Rp 99/SMS antarpelanggan TelkomGroup. "Overload" tersebut berdampak pada sulitnya pelanggan prepaid (simPATI dan Kartu As) untuk melakukan panggilan keluar, pengiriman SMS serta pengisian ulang/pengecekan pulsa (kartuHALO yang mengaktifkan fitur HaloCek). Atas kejadian itu, PT Telkomsel telah memberikan paparan hasil review internal Telkomsel di hadapan BRTI pada tanggal 9 Februari 2007. Menurut Heru Sutadi, berdasarkan hasil rapat pleno BRTI tanggal 14 Februari 2007, BRTI pada Rabu (28/2) memberikan Peringatan Pertama melalui surat No.046/BRTI/Tsel/II/2007. Peringatan ini untuk menjadi perhatian agar di masa mendatang kejadian tersebut tidak terulang kembali. "Telkomsel diinstruksikan agar memperhatikan prediksi trafik untuk disesuaikan dengan kemampuan sentral dalam pelaksanaan program pemasaran/promosi produk maupun (bentuk) layanan (lainnya) terhadap masyarakat," tegas Heru. Pemerintah (Depkominfo) kini sedang berupaya menyelesaikan Rancangan Peraturan Menkominfo Tentang Sanksi Denda Terhadap Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi Yang Tidak Memenuhi Kewajiban. Humas Ditjen Postel Gatot S. Dewa Broto menjelaskan, Ditjen Postel tidak akan sembarangan memberlakukan ketentuan sanksi denda karena ada sejumlah mekanisme dan prosedur yang dilakukan oleh BRTI. "Fungsi dan tanggung jawab Ditjen Postel tidak hanya menyusun regulasi dan kebijakan serta memberikan sanksi, tetapi juga melakukan tugas-tugas pembinaan dan mendorong pertumbuhan industri telekomunikasi," kata Gatot. Namun lanjutnya, jika terbukti operator tidak memenuhi kewajiban, Ditjen Postel tidak ragu-ragu memberi sanksi yang keras sesuai ketentuan berlaku. Sesuai RUU itu, operator telekomunikasi yang tidak menindaklanjuti keluhan atau pengaduan pelanggannya bisa didenda, namun besarannya masih bisa berubah karena tergantung pendapat masyarakat dan komunitas industri telekomunikasi. "Denda untuk melindungi pelanggan dari pelayanan operator yang buruk. Bila masyarakat menilai denda itu masih terlalu kecil, maka pemerintah akan kembali mengkaji besaran denda yang layak," ujar Gatot. Jenis sanksi yang dikenakan denda antara lain jika tidak memenuhi pembangunan jaringan, tidak memenuhi kinerja operasi seperti Network Performance dan Quality of Service (QoS), denda tidak memenuhi syarat riset dan pengembangan, adanya pengaduan pelanggan. (*)

Editor: Anton Santoso
COPYRIGHT © ANTARA 2007