Banda Aceh (ANTARA News) - Sejumlah aktivis di Banda Aceh meminta, agar masyarakat diikutsertakan dalam pembuatan Rancangan Qnun (Peraturan Daerah), sehingga setelah disahkan dapat berlaku efektif. "Memang partisipasi masyarakat telah diatur dalam rancangan Qanun tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Qanun,tetapi tidak jelas bagaimana bentuk partisipasinya," kata Marlianita dari Jarigan Perempuan Untuk Keadilan (JPUK) di Banda Aceh, Kamis. Pernyataan itu disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) tentang pelibatan pendapat publik dalam rangka pembahasan rancangan-rancangan Qanun Aceh yang diselenggarakan Pansus I DPRD NAD bekerjasama dengan kemitraan di Banda Aceh. Dalam rapat tersebut dibahas mengenai rancangan Qanun tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Qanun yang dinilai merupakan induk dari qanun lainnya yang akan segera dibuat. Dalam Bab V pasal 20 rancangan Qanun tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Qanun tentang partisipasi masyarakat Aceh, secara umum dijelaskan masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tulisan dalam rangka penyiapan rancangan qanun. "Namun, setelah saran masyarakat disampaikan tidak ada kejelasan apakah saran tersebut diterima atau ditolak. Tidak jelas tindak lanjutnya," katanya. Kepala Pusat Studi Gender, Sri Walny Rahayu, juga mengatakan bahwa hendaknya dalam rapat publik mengenai rancangan qanun masyarakat juga turut dilibatkan dan dapat bertemu dengan eksekutif yang merancang qanun tersebut. "Seperti rapat hari ini, seharusnya masyarakat turut dilibatkan tidak hanya kalangan aktivis dan duduk bersama dengan eksekutif sehingga saran mereka dapat langsung didengar," katanya. Selain itu, dia juga meminta kejelasan tentang status sejumlah qanun yang lebih dulu disahkan seperti Qanun Nomor 12/2003 tentang khamar (minuman keras), Nomor 13/2003 tentang maisir (judi) dan Nomor 14/2003 tentang khalwat (zina). "Bagaimana status qanun yang telah disahkan setelah nantinya ada Qanun tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Qanun karena tidak memenuhi substansi yang ada," katanya. Sementara itu, Ketua Panitia Khusus (Pansus) I DPRD NAD, Burhanuddin, mengatakan bahwa pansus akan menampung dan membahas usul yang diterima dan membicarakan dengan pemerintah, agar segera ditindaklanjuti. "Kita tampung aspirasi para aktivis dan karena ini baru rancangan dapat diperbaiki. Partisipasi masyarakat dalam pembuatan qanun juga merupakan perintah dari Undang-undang Nomor 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA)," katanya. Staf ahli DPRD NAD, Mawardi Ismail, mengatakan bahwa terkait kedudukan qanun yang telah disahkan, maka selama itu pula qanun tersebut tetap berlaku. "Selama qanun tersebut belum dicabut maka masih berlaku dan qanun itu dibuat secara sah," demikian Mawardi Ismail. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007