Jakarta (ANTARA News) - Koalisi Nasional Tolak Peraturan Pemerintah (PP) 37/2006 segera mengadukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke DPR RI, karena dinilai terlibat dalam pembuatan peraturan yang berpotensi menimbulkan kerugian negara. "Pengaduannya kemungkinan Selasa (6/3)," kata Kepala Divisi Politik Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Yulianto, di Jakarta, Jumat. Menurut Yulianto, yang juga tergabung dalam Koalisi Nasional Tolak PP 37/2006, surat permohonan audiensi yang ditujukan kepada Ketua DPR, Agung Laksono, sudah dikirim. Kini, katanya, koalisi sedang memastikan bahwa audiensi bisa digelar pada hari yang ditentukan. Dalam audiensi itu, Koalisi Nasional Tolak PP 37/2006 akan mengadukan Presiden sebagai salah satu pihak yang terlibat dalam implementasi produk hukum yang berpotensi merugikan keuangan negara, dan pengaduan itu bisa berujung pada mosi tidak percaya (impeachment) kepada Presiden. Sementara itu, Afisnawati --yang juga anggota koalisi tersebut-- menilai, Potensi kerugian negara dapat dilihat dari ketidakjelasan alokasi dana Tunjangan Komunikasi Intensif (TKI) dan Dana Operasional (DO) yang diatur dalam PP itu. Pengucuran dana dengan mekanisme yang sama dengan pembayaran gaji bulanan, menurut dia, memungkinkan anggota dan pimpinan DPRD menggunakan dana tersebut tidak sesuai fungsinya. Selain itu, katanya, revisi PP 37/2006 yang mewajibkan anggota dan pimpinan DPRD yang sudah menerima dana tersebut untuk mengembalikan sampai akhir 2009 juga dapat dinilai merugikan keuangan negara. Hal itu, katannya, adalah bentuk korupsi baru dalam bentuk utang tanpa bunga. "Kalau DPRD memilih mengembalikan uang sampai akhir 2009, itu adalah upaya memperkaya diri," kata Afisnawati, yang juga Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Selain itu, Yulianto menambahkan, potensi kerugian negara akibat dikucurkannya dana kepada anggota dan Pimpinan DPRD tidak terlepas dari pembuat peraturan. "Yang menerbitkan aturan terlibat langsung atau tidak langsung dalam tindakan korupsi," katanya. Berdasar pasal 7A UUD 1945, menurut Yulianto, Presiden dapat diberhentikan dari jabatannya oleh MPR atas usul DPR, apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, serta tindak pidana berat lainnya. Koalisi tersebut juga menyebutkan, pasal 24C (2) UUD 1945 mencatat Mahkamah Konstitusi (MK) juga berwenang untuk memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD. PP 37/2006 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD, diantaranya mengatur alokasi dana TKI dan DO kepada anggota dan pimpinan DPRD telah direvisi oleh Pemerintah pada 28 Februari 2007. Dalam revisi itu disebutkan bahwa pimpinan dan anggota DPRD yang telah menerima uang rapelan TKI harus mengembalikannya dengan cara mencicil hingga akhir masa jabatannya. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007