Jakarta (ANTARA News) - Departemen Luar Negeri Republik Indonesia (Deplu RI) sedang mengumpulkan bukti resmi tentang pelanggaran wilayah perairan dan udara Indonesia oleh kapal perang dan pesawat udara Malaysia. Pernyataan itu dikemukakan oleh Jurubicara Deplu RI Kristiarto Legowo kepada wartawan di Gedung Deplu, Jakarta, Jumat, menanggapi laporan terjadinya empat kali pelanggaran wilayah RI oleh Malaysia dalam dua hari terakhir. "Kita sedang mengumpulkan fakta-fakta yang terkait masalah teknis secara resmi. Jika data teknis resmi sudah terkumpul baru dapat menyampaikan nota diplomatik. Kalau fakta pelanggaran telah terkumpul baru akan ditentukan langkah yang diambil," katanya. Sebelumnya, pada kesempatan terpisah, Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto menyatakan tak ada perubahan aturan main (rule of engagement) dalam patroli pengamanan di sekitar wilayah perairan Blok Ambalat di Laut Sulawesi, menyusul manuver Malaysia yang mencoba memasuki wilayah RI hingga dua mil dari batas laut kedua negara. "Tidak ada perubahan, `rule of engagement` tetap sama karena situasi dan kondisi juga tidak ada perubahan, atau tidak ada peningkatan pelanggaran wilayah di dearah itu," katanya. Ia mengatakan, tindakan "pengusiran" yang dilakukan jajaran Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim) TNI Angkatan Laut terhadap kapal dan pesawat udara Malaysia yang melintas dan masuk ke wilayah RI, sudah cukup baik dan sesuai prosedur yang berlaku. Sementara itu, Selasa lalu (28/2), Kadispen Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim), Letkol Laut (KH) Drs Toni Syaiful di Surabaya mengatakan kasus pelanggaran wilayah laut dan udara RI oleh Malaysia, terutama di Blok Ambalat, terjadi berulang-ulang sejak 24 Februari 2007 lalu. Ia menjelaskan, pelanggaran pertama terjadi pada 24 Februari 2007 pukul 10.00 WITA, yakni kapal perang Malaysia jenis patroli KD Budiman-3909 melintas dengan kecepatan 10 knot memasuki wilayah RI sejauh satu mil laut. Pelanggaran kedua terjadi sore harinya pukul 15.00 WITA, kapal perang jenis patroli KD Sri Perlis-47 melintas dengan kecepatan 10 knot memasuki wilayah RI sejauh dua mil laut yang setelah dibayang-bayangi KRI Weling, kedua kapal berhasil diusir keluar wilayah RI. Peristiwa tersebut kembali terulang ketiga kalinya ketika pada 25 Februari 2007 pukul 09.00 WITA KD Sri Perlis-47 memasuki wilayah RI sejauh 3.000 yard yang akhirnya diusir keluar oleh KRI Untung Suropati-872. "Pada hari yang sama, sekitar pukul 11.00, satu pesawat udara patroli maritim Malaysia jenis Beech Craft B 200 T Superking melintas memasuki wilayah NKRI sejauh 3.000 yard," katanya. Empat kapal perang TNI AL, yakni KRI Ki Hadjar Dewantara, KRI Keris, KRI Untung Suropati dan KRI Weling yang tergabung dalam operasi "Balat Sakti", hingga saat ini masih melaksanakan patroli pengamanan perbatasan di wilayah tersebut. Pada kesempatan itu, dia juga mengatakan pada 2006 Gugus Tempur Laut Koarmatim mencatat 35 kali pelanggaran telah dilakukan Malaysia, namun semuanya dapat dihalau oleh kapal-kapal perang TNI AL yang rutin menggelar operasi. Menurut dia, berdasarkan `Rule of Engagement` (Aturan Pelibatan) yang berlaku saat ini, yaitu Surat Keputusan Panglima TNI Nomor : Skep/158/IV/2005 tanggal 21 April 2005, pada masa damai, unsur TNI AL di wilayah perbatasan RI-Malaysia harus bersikap banyak mengalah. Menurut Kadispen, dalam aturan itu TNI AL hanya boleh melepaskan tembakan setelah diawali keluarnya tembakan dari pihak Malaysia terlebih dahulu. Sedangkan prajurit Koarmatim menginginkan revisi aturan tersebut dimana, personel KRI diperbolehkan mengeluarkan tembakan terlebih dahulu sebagai tindakan peringatan.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007