Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) perlu merevisi peraturannya tentang jaminan utama dan tambahan bagi pelaku usaha mikro melalui peniadaan jaminan tambahan berupa aset tetap (fixed asset) agar pembiayaan ke sektor tersebut oleh perbankan dan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) semakin besar. Demikian antara lain disampaikan oleh promovendus BS Kusmuljono ketika mempertahankan disertasinya berjudul "Sistem Pengembangan Usaha Pertanian Berbasis Lingkungan Didukung Lembaga Keuangan Mikro" dalam ujian akhir studi Doktor di IPB, Bogor, Jumat. Kusmuljono dalam disertasinya itu menyampaikan bahwa salah satu kendala perbankan dan LKM dalam melakukan pembiayaan karena adanya prinsip kehati-hatian melalui 5 C (character, condition, capacity to repay, capital dan collateral). Di depan para pengujinya seperti Profesor Eriyatno, Gunawan Sumodiningrat dan Bunasor Sanim serta Ginandjar Kartasasmita, mantan Direktur Utama PT Permodalan Nasional Madani (PNM) ini mengatakan, pemerintah pusat bersama legislatif perlu segera melakukan revisi terhadap Peraturan BI tersebut. Perubahan kriteria 5 C itu, lanjutnya, sangat penting karena seringkali menghambat perbankan dan LKM dalam menyalurkan pembiayaan ke usaha mikro termasuk usaha pertanian. Disertasi Kusmuljono yang dinyatakan lulus oleh para pengujinya ini meneliti usaha pertanian organik di Garut dan juga LKM yang mendukung usaha tersebut. Dari hasil penelitiannya selama dua tahun itu, menunjukkan bahwa LKM berbentuk Usaha Simpan Pinjam (USP) koperasi lebih baik dari jenis LKM lainnya terutama dalam alokasi pembiayaan ke usaha pertanian. Surveinya menunjukkan bahwa USP koperasi mengalokasikan dana yang dikelolanya kepada sektor budidaya pertanian sebesar 61 persen, sedangkan LKM lainnya maksimal hanya 12 persen. Kendala yang dihadapi LKM yang berbentuk bank seperti BRI unit desa dan BPR dalam mengalokasikan pembiayaan ke sektor pertanian terutama menyangkut ketentuan BI soal persyaratan 5 C. Di antara kriteria 5 C itu, menurut dia, yang paling menghambat usaha mikro pertanian untuk mengakses lembaga keuangan adalah persoalan jaminan dimana LKM masih mengutamakan jaminan fixed asset. LKM juga ragu dan tidak percaya usaha mikro pertanian organik tersebut mampu mengembalikan kreditnya. Karena itu, katanya, salah satu kebijakan publik yang bisa diambil adalah perubahan ketentuan tersebut dan cukup menetapkan jaminan utama berupa cash flow pengembalian kredit. "Jika diperlukan dapat digunakan jaminan tanggung renteng dari kelompok usaha mikro pertanian organik. Mereka juga secara opsional bisa dilengkapi dengan jaminan pembelian produk pertanian organik oleh pemerintah. Sedangkan bagi LKM sendiri dapat memperoleh jaminan kredit dari pemerintah," kata Kusmuljono yang juga komisaris BRI itu. Kusmuljono juga menyampaikan perlunya pembentukan lembaga koordinasi keuangan mikro di tingkat pusat. Lembaga in antara lain bertugas menyusun RUU atau peraturan yang terkait dengan pengembangan dan pemberdayaan keuangan mikro. Lembaga ini juga bertugas membangun dan mengelola sistem informasi dan pendataan keuangan mikro serta mempromosikan keuangan mikro sebagai sistem keuangan inklusif bagi program penanggulangan kemiskinan. Saat ini sekitar 63 ribu LKM tumbuh di seluruh Indonesia. Beberapa di antaranya merupakan LKM perbankan seperti BPR atau BRI unit dan juga LKM koperasi, namun banyak juga LKM yang tidak mempunyai payung hukum seperti BMT. Terhadap LKM yang tidak mempunyai payung hukum, promovendus itu mendesak agar pemerintah segera menyelesaikan RUU LKM sehingga memungkinkan LKM tersebut melakukan hubungan bisnis dengan perbankan dan lembaga keuangan lainnya.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007