Jakarta (ANTARA News) - Enam negara yang terkena dampak paling besar dari ancaman dan tindakan terorisme di sub-kawasan yakni Indonesia, Australia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura akan duduk bersama membahas mengenai anti-terorisme dalam sebuah Konferensi Contra-Terorisme yang diselenggarakan di Jakarta, 5-6 Maret 2007. Pernyataan itu dikemukakan oleh Jurubicara Departemen Luar Negeri RI (Deplu RI) Desra Percaya kepada wartawan di Jakarta, Jumat. "Pada pertemuan itu akan dibahas langkah-langkah dan cara-cara untuk mengembangkan dan memperkuat kerja sama pencegahan terorisme yang ada dan untuk membahas tantangan-tantangan baru yang dihadapi negara-negara di sub-kawasan sebagai bagian dari upaya-upaya kawasan dan global yang lebih luas dalam memberantas ancaman dan tindakan terorisme," katanya. Desra juga mengatakan bahwa selain membahas sisi kebijakan memerangi terorisme dalam konferensi itu juga akan hadir pimpinan kepolisian dari enam negara peserta yang akan berbagi pengalaman dalam mengatasi aksi teror di negara masing-masing. Saat ditanya apakah konferensi itu diadakan untuk mengatasi suatu organisasi teroris tertentu, Desra mengatakan bahwa konferensi itu tidak akan membahas kasus per kasus namun lebih secara global. Jubir Deplu RI mengatakan, Konferensi itu merupakan usul Menlu Indonesia dan Menlu Australia dan oleh karenanya konferensi akan diketuai bersama oleh Menlu Indonesia Hassan Wirajuda dan Menlu Australia Alexander Downer dan dihadiri oleh Menlu Malaysia, Filipina, Thailand, serta Menteri Senior Singapura. Sementara itu pekan lalu, Kepala Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Ansyaad Mbai mengatakan bahwa Pemerintah RI sedang menjajaki kerja sama "de-radikalisasi" terorisme dengan sejumlah negara Islam, untuk mengurangi ancaman tindak pidana terorisme. "Kita sedang jajaki sejumlah negara seperti Kuwait, Yordania, Arab Saudi untuk bekerjasama dalam program `deradikalisasi`," katanya usai menghadiri pertemuan Menko Polhukam Widodo AS dengan Duta Besar Kuwait untuk Indonesia M. Fadel Khalaf. Menurut dia, program yang telah diterapkan di sejumlah negara termasuk Eropa dan AS itu bertujuan untuk memberikan pelurusan kembali tentang makna Islam, terutama dari salah pemahaman makna jihad. Beberapa waktu terakhir, pendekatan hard power dalam memerangi terorisme seperti perang terhadap negara yang dianggap sarang teroris dinilai dunia hanya akan menyuburkan aksi-aksi teror yang lebih luas dan kejam sehingga mulai beralih ke pendekatan yang lebih beradab atau soft power seperti pendekatan agama sebagai bentuk de-radikalisasi. Di Indonesia, program ini telah berjalan namun belum optimal.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007