Gunung Kidul (ANTARA News) - Pengadilan Agama Wonosari Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menerima belasan permintaan poligami dari masyarakat dalam tiga tahun terakhir dengan alasan keadaan ekonomi sudah mapan.

Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Wonosari Muslih di Gunung Kidul, Senin, mengatakan selama tiga tahun terakhir dari 2013, 2014 dan 2015, sebanyak 17 orang mengajukan poligami.

"Banyak orang yang ingin melakukan poligami. Mereka beralasan kondisi keuangan sudah mapan," kata Muslih.

Pada 2013, kata dia, Pengadilan Agama Wonosari mengabulkan permohonan poligami sebanyak delapan orang. Kemudian 2014, jumlah permohonan turun menjadi lima orang dan data terbaru di 2015 jumlah pemohon poligami mencapai empat orang.

"Setiap tahun jumlahnya tidak sama, naik turun," katanya.

Muslih mengatakan, alasan orang melakukan poligami diantaranya ekonomi yang sudah mapan. Pelaku poligami juga menilai memiliki istri lebih dari satu diperbolehkan dalam agama, dan ketiga menghindari maksiat.

"Terkait masalah agama harus memenuhi persyaratan poligami sesuai dengan ajaran agama," kata dia.

Dari data, Pengadilan Agama Wonosari, istri kedua yang dipersunting pria beristri kebanyakan adalah seorang janda. Namun demikian, sekalipun janda atau lebih tua dari istri pertama syarat dan ketentuan harus terpenuhi, seperti istri pertama harus setuju.

"Kalau istri pertama tidak setuju, maka permohonan otomatis ditolak," katanya.

Disinggung mengenai Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk berpoligami. Sesuai dengan surat edaran, Kementerian Pertahanan menerbitkan surat edaran terkait aparatur negara berpoligami. Di dalam surat edaran bernomor SE/71/VII/2015 itu, terdapat aturan PNS boleh berpoligami dengan syarat-syarat tertentu.

Diantara syarat tersebut, tidak bertentangan dengan aturan agama yang dianutnya. Kedua, harus memenuhi salah satu syarat alternatif, di antaranya istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri, istri mengalami cacat badan atau penyakit yang tak dapat disembuh.

Pewarta: Sutarmi
Editor: Kunto Wibisono
COPYRIGHT © ANTARA 2016