Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid mengusulkan ganjaran berupa hukuman mati untuk kasus kejahatan berat, semisal narkoba, terorisme dan korupsi.

"Saya usulkan kejahatan berat seperti narkoba, terorisme, korupsi, layaknya (mendapat) hukuman mati. Hukuman mati harus kilat (karena bila proses hukum terlalu lama, orang-orang bisa melupakan kasus kejahatan tersangka," ujar Hidayat saat menerima kaum ibu yang tergabung dalam organisasi Aliansi Cinta Keluarga Indonesia (AILA) Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta.

Kemudian, untuk kasus kekerasan seksual pada anak, dia mengaku setuju diberlakukannya pemberatan hukuman bagi pelaku. Namun bukan dalam bentuk hukuman berupa suntik kebiri.

"Saya setuju dengan pemberatan hukuman, tetapi tidak dengan perpu pengkebirian, karena belum tentu bisa menyelesaikan masalah. Dari sisi agama pun masih diperdebatkan," kata dia.

Dalam kesempatan itu, Ketua AILA, Rita H Soebagio menyampaikan keresahan kaum ibu sudah sampai puncaknya sejak tayangan yang memamerkan gaya kebanci-bancian dan munculnya LGBT dengan sangat terbuka makin tak terkontrol.

“Kami sangat khawatir anak-anak kami akan terpengaruh sebab tayangan dan gerakan LGBT sangat massif dan makin berani bahkan mereka menggunakan cara MLM yakni melalui remaja merekrut remaja di sekolah-sekolah atau kampus-kampus,...ini sangat mengkhawatirkan karena tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan karakter bangsa,” kata dia.

Menurut Rita, saat ini hukum dan peraturan di Indonesia masih kurang jelas dan tegas menghadapi tayangan negatif dan LGBT.

Dia lalu meminta MPR bisa berkoordinasi dengan lembaga-lembaga negara terkait untuk membendung LGBT.

“Karena ketidak jelasan itu, kami sangat mengkhawatirkan ada gesekan-gesekan dari rakyat, ada yang pro ada yang sangat kontra dan gesekan -gesekan itu akan berpotensi konflik terbuka. Kami mengharapkan Bapak Hidayat mau berkoordinasi dengan lembaga-lembaga terkait seperti terutama kepada Kementerian Pendikan dan Kebudayaan agar membendung LGBT dan hal-hal negatif seputar itu untuk masuk bahan ajar anak usia sekolah,” tutur Rita.

Menyikapi hal tersebut, Hidayat menjelaskan bahwa dalam sistem ketatanegaraan, rakyat adalah berdaulat penuh, kedaulatan di tangan rakyat untu itu apa yang menjadi keresahan rakyat harus didengar, namun dalam tatanan demokrasi ada aturan yang harus dituruti.

"Jika rakyat tidak merasa sesuai dengan UU, bisa melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) namun jika produk hukumnya belum ada atau ada kekosongan hukum dan ingin diciptakan satu produk hukum seperti pelarangan LGBT, rakyat bisa melalui wakil-wakilnya di DPR bukan judicial review lagi dan bukan wewenang MK," kata Hidayat.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2016