Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead menyatakan Indonesia membutuhkan lebih banyak sensor di bawah permukaan lahan gambut.

"Yang sudah dipasang tuh di Kalteng sebagai uji coba dan kami anggap cukup berhasil, jadi saat ini coba dipasang tidak hanya di Kalteng tetapi lebih luas lagi," kata Nazir di sela-sela Rapat Koordinasi Restorasi Gambut dan Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan di kantor KLHK, Jakarta, Senin.

Ia menjelaskan bahwa program menaruh sensor di bawah permukaan lahan gambut itu merupakan kerja sama dengan BPPT, universitas-univeristas lokal, dan juga Jepang.

"Jadi, alat tersebut merupakan hibah dari Jepang, ditempatkan di bahwa permukaan lahan gambut. Alat itu bisa mengukur tingginya muka air, bisa mengukur temperatur, dan juga bisa mengukur kelembaban," katanya.

Selain itu, kata Nazir, pihaknya juga meminta agar server data dari sensor itu ditempatkan di Indonesia agar mudah mengontrolnya.

"Server datanya itu masih di Jepang dan kami minta server datanya ditempatkan di Indonesia. Jadi, kalau sensornya ditaruh setiap 5 menit dan 30 menit, nanti datanya dikirim dan diterima server, nah servernya idealnya ada Indonesia agar langsung diarahin dari Indonesia," ucap Nazir.

BRG dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 1 tahun 2016 tertanggal 6 Januari 2016 dengan tugas menjaga, mengelola dan merestorasi lahan gambut, termasuk ada dua sampai tiga juta hektare lahan gambut yang akan direstorasi.

Nazir menyatakan terdapat empat kabupaten yang menjadi prioritas dalam restorasi gambut.

"Ada empat kabupaten yang jadi prioritas. Pertama di Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, Meranti, Riau dan dua kabupaten di Sumatera Selatan, yaitu di Ogan Komering Ilir (OKI) dan Musi Banyuasin," kata Nazir beberapa waktu lalu.

Menurut Nazir, empat kabupaten tersebut yang terparah mengalami kebakaran lahan tahun lalu sehingga menjadi daerah pemula yang dilakukan restorasi gambut.

Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2016