Jakarta (ANTARA News) - Pontjo Sutowo, terdakwa dalam kasus dugaan korupsi perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB) Hotel Hilton, yang juga menjadi Direktur Utama PT Indobuildco, dalam kesaksiannya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menyatakan, pihaknya tidak pernah diberitahu tentang adanya Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama Sekretariat Negara yang mencakup kawasan Hotel Hilton. Saat bersaksi dalam sidang yang mengajukan terdakwa mantan Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Pusat, Ronny Kusuma Yudistiro, dan mantan Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta, Robert J. Lumampauw, Rabu, Pontjo mengatakan bahwa pihak BPN maupun Gelora Senayan tidak pernah melayangkan pemberitahuan secara resmi. Ia mengaku, baru tahu tentang adanya Surat Keputusan (SK) Menteri Agragia/Kepala BPN Nomor 169 Tahun 1989 tentang HPL setelah Indobuildco mengajukan permohonan perpanjangan HGB kepada BPN pada 1999. "Saya tidak tahu adanya SK Nomor 169 Tahun 1989 soal HPL itu. Sampai perpanjangan HGB Hotel Hilton keluar, saya juga tidak pernah membaca SK itu," ujarnya. Indobuildco, menurut Pontjo, baru mengetahui adanya SK tersebut setelah BPN menjawab permohonan perpanjangan HGB yang diajukan bahwa Indobuildco harus mendapatkan rekomendasi dari Sekretariat Negara (Setneg) terlebih dahulu, karena tanahnya termasuk dalam HPL Nomor 1 atas nama Setneg. Ia menambahkan, tidak mengetahui persis isi dari SK Nomor 169 Tahun 1989, karena informasi yang mereka terima selalu berlainan, dan pihak Badan Pengelola Gelora Senayan (BPGS) tidak pernah memperlihatkan SK tersebut kepada mereka. Pontjo mengatakan, HGB pertama yang dipegang oleh Indobuildco sebelum keluarnya SK Nomor 169 Tahun 1989 menyebutkan bahwa Hotel Hilton berdiri di atas tanah negara bebas. Oleh karena, katanya, SK Gubernur Tahun 1971 menyebutkan bahwa pihak yang memegang HGB itu bisa memperpanjang hak tersebut, sehingga ia berpikir bahwa Indobuildco bisa memperpanjang HGB tersebut. Dalam keterangannya, Pontjo mengatakan, tidak tahu rincian proses perpanjangan HGB Hilton, karena telah menyerahkan urusan tersebut kepada kuasa hukumnya, Ali Mazi. Pontjo mengemukakan, menunjuk Ali Mazi lantaran dikenalnya sebagai advokat yang berpengalaman dalam bidang ijin pertanahan. Ia mengatakan, tidak adanya kesepakatan antara Indobuildco dan BPGS bukan menyangkut masalah keuangan atau ganti rugi, tetapi lebih kepada tidak adanya kesepahaman soal mekanisme hukum antara HPL dan HGB. "Tidak ada kejelasan, apakah aset bangunan yang ada di atas HPL itu nantinya masih milik pemegang HGB atau bukan. Kalau jadinya, begitu, perusahaan kami harus dipailitkan, karena tidak seimbang antara pendapatan dan kewajibannya," jelasnya. Ia pun menafsirkan perintah Kepala BPN Pusat, Luthfi Nasution, kepada Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) BPN DKI Jakarta, Robert J. Lumampauw, untuk merevisi SK Perpanjangan HGB Hilton yang terlanjur keluar, sebagai upaya untuk mencari solusi yang bisa menguntungkan pihak Indobuildco dan BPGS. Majelis hakim yang diketuai Andriani Nurdin menunda sidang hingga Rabu, 14 Maret 2007, untuk mendengarkan keterangan kuasa hukum PT Indobuilidco, Ali Mazi. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007