Jakarta (ANTARA News) - Sebagian besar produsen tekstil dan produk tekstil (TPT) cenderung menghindari pasar domestik karena harus berperang dengan produk selundupan yang tidak pernah berhenti, sebaliknya mereka memilih menggenjot ekspor untuk mempertahan kinerja perusahaan. "Kita lepas pasar dalam negeri dan kita genjot ekspor, karena kalau bersaing di dalam negeri pun agak sulit, harus bersaing dengan impor illegal yang tidak pernah habis ceritanya," kata Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Benny Sutrisno di sela-sela Munas API di Jakarta, Rabu. Apalagi, lanjut dia, pemerintah cq Mendag Mari E Pangestu menargetkan ekspor TPT tahun 2007 mampu menembus angka 10,4 miliar dolar AS yang menurut dia, sulit dipenuhi tanpa menambah kapasitas. Benny menilai pasar dalam negeri sebenarnya memiliki prospek yang bagus, namun karena maraknya produk illegal, banyak industri tidak bisa bersaing sehingga memilih ekspor. "Makanya terjadi anomali, sementara orang menutup pabriknya (yang berorientasi domestik), ekspor TPT tetap meningkat," ujarnya. Selain itu, lanjut Benny, pasar domestik juga belum pulih pasca penurunan permintaan pada tahun 2005. Pada 2005 permintaan TPT domestik turun 53 persen dibandingkan tahun 2004. Pada tahun 2006 permintaan TPT memang mengalami peningkatan, namun hanya 50 persen, masih dibawah penurunan pada 2005. Benny juga berpendapat permintaan TPT semakin tergerus dengan adanya peningkatan kebutuhan pulsa untuk telekomunikasi, sehingga masyarakat diperkirakan menekan pembelian pakaian untuk membeli pulsa. "Saat ini penjualan pulsa per tahun mencapai Rp100triliun. Pulsa sudah dianggap penting sama seperti nasi," ujarnya. Benny memperkirakan produksi TPT nasional sebagian besar akan diekspor dibandingkan dipasok ke dalam negeri dengan perbandingan 3:1. "Angka realistis yang bisa dicapai untuk ekspor TPT tahun ini sekitar 10 miliar dolar AS," ujarnya. API, kata dia, masih memperkirakan ekspor akan didominasi pakaian jadi (garmen) yang ekspornya tahun 2007 diperkirakan mencapai sekitar lima miliar dolar AS dan produk benang.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007