Bandung (ANTARA News) - Kementerian Luar Negeri Indonesia terus berupaya mengoptimalkan proses penguatan kerja sama kemitraan strategis baru Asia Afrika atau yang dikenal dengan NAASP (New Asian African Strategic Partnership) yang selama sepuluh tahun mengalami banyak hambatan dan tantangan.

"NAASP telah berusia satu dekade sejak pertama kali dicetuskan pada KTT Asia Afrika tahun 2005 di Jakarta. Namun kerja sama ini masih belum efektif karena rasa kepemilikan dari negara-negara anggotanya masih belum kuat," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Kawasan (BPPK), Kementerian Luar Negeri, Salman Al Farisi di Bandung, Senin.

Menurut dia, selama sepuluh tahun NAASP terbentuk hanya Indonesia dan Afrika Selatan yang berperan aktif dalam melahirkan inisiatif-inisiatif kerja sama dan merealisasikan kesepakatan kerja sama NAASP.

Salman menjelaskan, Indonesia sebagai negara perwakilan dari kawasan Asia telah melaksanakan sejumlah inisiatif di beberapa bidang, seperti pertanian, perikanan, usaha kecil dan menengah, komunikasi, hak kekayaan intelektual, perubahan iklim, teknologi satelit, serta perdagangan, dan peningkatan kapasitas.

Salah satu contoh nyata dari pencapaian NAASP adalah bantuan peningkatan kapasitas untuk Palestina sebagai satu-satunya negara peserta Konferensi Asia Afrika 1955 yang hingga kini masih berada dalam penjajahan Israel.

Melalui NAASP, negara-negara di Asia dan Afrika telah berkomitmen memberikan bantuan peningkatan kapasitas kepada 10.000 warga Palestina selama kurun 2008 - 2013.

"Negara-negara Asia dan Afrika sangat berpotensial membangun kerja sama teknik karena tenaga ahli di negara berkembang sangat banyak. Yang kita butuhkan adalah dukungan pendanaan, yang bisa kita peroleh dari pihak ke tiga melalui kerja sama trilateral," kata Salman.

Dia menegaskan bahwa sesungguhnya perekonomian dunia sangat bergantung pada pertumbuhan ekonomi negara-negara di Asia dan Afrika.

"Pada saat ekonomi global menurun, negara-negara di kawasan Asia dan Afrika cenderung stabil dan memberi pengaruh yang positif pada ekonomi dunia," kata Salman.

Dalam rangka mengkaji perkembangan NAAP, Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Kawasan Asia Pasifik dan Afrika (P3K2 Aspasaf), Kementerian Luar Negeri bekerja sama dengan Pusat Kajian Asia Afrika, Universitas Padjajaran dan Museum KAA dalam menyelanggarakan Forum Kajian Kebijakan Luar Negeri (FKKLN) dengan tema "Quo Vadis Satu Dekade New Asian-African Strategic Partnership" pada 5 April di Bandung.

Selain pemerintah dan diplomat, forum ini akan melibatkan akademisi, pengusaha, dan kalangan media untuk membangun kerangka kerja NAASP yang terbuka dan diyakini dapat memperkuat hubungan antara kawasan Asia dan Afrika.

Pewarta: Libertina Widyamurti Ambari
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2016