Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), DR (HC) KH Hasyim Muzadi di Jakarta, Jumat, menegaskan: "Sekarang adalah waktu yang tepat bagi bangsa Indonesia untuk berbenah lahir batin." Beruntunnya petaka yang menimpa bangsa Indonesia dan belum menunjukkan tanda-tanda akan segera berakhir, menurut dia, mesti ditangkap dengan kecerdasan spiritual bahwa hal tersebut bukan sekedar fenomena alam. Hasyim kembali mengulang pernyataannya bahwa dalam kacamata agama, musibah berasal dari dua sebab, pertama adalah murni ketentuan Tuhan, dan kedua adalah sebagai akibat dari ulah manusia, baik yang bersifat fisik maupun moral. Fisik, menurut dia, misalnya tindakan perusakan hutan yang mengakibatkan banjir dan longsor, sedangkan yang berkait moral, seperti korupsi, ketidakjujuran, keserakahan, dan kesombongan. "Mari kita akhiri tindakan-tindakan yang mengundang murka Allah. Mari kita meminta ampun dan mendekatkan diri kepada Allah secara sungguh-sungguh," katanya. Hasyim tidak setuju kesalahan ditimpakan kepada satu orang atau satu pihak saja, misalnya kepada pemimpin bangsa, karena yang terjadi saat ini adalah akibat kesalahan kolektif seluruh anak bangsa yang berlarut-larut. "Yang benar adalah pemimpin harus berinisiatif untuk mengawali perbaikan guna memberi contoh. Jalankan amanah dengan sungguh-sungguh, jangan mendahulukan kepentingan sendiri atau kelompoknya," kata Hasyim menegaskan. Menanggapi doa bersama yang bakal berlangsung di Masjid Istiqlal, yang juga diikuti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Hasyim mengatakan, doa akan efektif jika diikuti dengan perbuatan dan perilaku yang tidak bertentangan dengan doa yang dipanjatkan. "Doa sangat perlu, tapi belum cukup untuk hentikan bencana. Perlu dicukupi dengan tindakan yang selaras dengan isi doa. Bagaimana mungkin kita meminta bencana berhenti, tetapi di saat yang sama kita melakukan perbuatan yang mengundang bencana?" ujarnya. Oleh karena itu, Hasyim juga mengajak pemimpin dan umatnya berpuasa, sebagaimana tuntunan syariat agama, maupun puasa dalam konteks menahan diri. "Menahan diri untuk tidak berbuat kerusakan, menahan diri untuk tidak mempermainkan rakyat, menahan diri untuk tidak mempermainkan hukum, menahan diri untuk tidak merusak martabat sesama dan lain-lain," demikian Hasyim Muzadi, yang juga Presiden Dewan Pemimpin Agama Sedunia untuk Perdamaian (WCRP). (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007