Jakarta (ANTARA News) - PP Muhammadiyah, tim dokter dari Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia cabang Jawa Tengah, dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta, Senin, memaparkan hasil autopsi jenazah terduga teroris Siyono.

Berdasarkan hasil autopsi dari tim dokter forensik, Muhammadiyah menyatakan tidak benar bahwa jenazah terduga teroris Siyono sudah dilakukan autopsi sebelumnya.

"Autopsi dokter Gatot (pemimpin proses autopsi) adalah yang pertama," kata Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak dalam konferensi pers pemaparan hasil pemeriksaan peristiwa kematian Siyono di Ruang Pengaduan Komnas HAM.

Komnas HAM bekerja sama dengan PP Muhammadiyah telah melakukan serangkaian tindakan pemantauan dan penyelidikan termasuk autopsi terkait kematian terduga teroris Siyono.

Tindakan autopsi forensik terhadap jasad Siyono dilakukan oleh sembilan dokter forensik dari Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia cabang Jawa Tengah dan satu dokter forensik dari Polda Jawa Tengah. Tim forensik tersebut diketuai oleh dokter Gatot Suharto.

Autopsi dilakukan pada Minggu (3/4) pagi di tempat pemakaman Siyono di Klaten, Jawa Tengah. Hasil autopsi muncul setelah tujuh hari pascaautopsi karena dilakukan pemeriksaan mikroskopis.

Komisioner Komnas HAM Siane Indriani membenarkan pula bahwa jasad Siyono tidak pernah dilakukan autopsi sebelumnya.

"Kematian Siyono adalah akibat dari tulang dada patah ke arah jantung sehingga mengakibatkan kematian. Ada luka di kepala tapi tidak menyebabkan kematian. Tidak ditemukan adanya perlawanan dari almarhum karena tidak ada luka defensif," kata dia.

Siane juga menyebutkan bahwa hasil autopsi menunjukkan ada memar pada bagian tubuh belakang, analisisnya ada indikasi tindak kekerasan yang dilakukan ketika korban sedang menyandar ke sesuatu.

Sementara itu, dokter Gatot Suharto sebagai pemimpin proses autopsi mengemukakan tim menemukan adanya luka yang bersifat intravital atau terjadi ketika hidup pada jenazah Siyono.

"Kami mantapkan dengan pemeriksaan mikroskopis, yang hasilnya mendukung hal tersebut," ucap dia.

Ketua bidang Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas menyatakan autopsi tersebut bertujuan agar masyarakat terdidik dengan hasil autopsi yang jernih dan tanpa rekayasa.

"Karena ini langkah akademis dan ilmiah," kata dia.

Terduga teroris Siyono, warga Dukuh, Desa Pogung, Kabupaten Klaten setelah ditangkap oleh Densus 88 Mabes Polri dikabarkan meninggal dunia di Jakarta, Jumat (11/3). Pihak keluarga, terutama istri Siyono, Suratmi, meminta keadilan terkait dengan meninggalnya suaminya.

Komnas HAM mencatat Siyono menjadi orang yang ke-121 yang tewas setelah ditangkap Densus 88 Antiteror sejak satuan khusus Polri untuk penanggulangan terorisme itu dibentuk pada 26 Agustus 2004. 

Pewarta: Calvin Basuki
Editor: Fitri Supratiwi
COPYRIGHT © ANTARA 2016