Batam (ANTARA News) - Sebanyak 54.000 metrik ton pasir sitaan Armada Barat (Armabar) sebaiknya digunakan untuk mereklamasi Pulau Nipah, Provinsi Kepulauan Riau, yang berbatasan dengan Singapura. "Dari pada dibuang atau dilelang, lebih baik pasir itu langsung digunakan untuk mereklamasi Pulau Nipah, atau pulau-pulau terluar lain yang rusak," kata pemerhati lingkungan Eddy Burmansyah di Batam, Minggu. Ia mengatakan reklamasi pantai pulau-pulau terluar perlu disegerakan agar kondisi kondisinya tidak semakin memburuk dan biaya merehabilitasinya akan kian besar. "Semakin lama, pasir daratan di pulau-pulau kecil akan terkikis, luasnya pun mengecil," katanya. Pulau Nipah di perairan dekat selat Phillip merupakan salah satu titik penarikan garis perbatasan dengan Singapura. Nipah sedang direklamasi dengan dana APBN ratusan miliar setelah nyaris punah karena tanahnya tergerus alam di samping dikeruk secara liar untuk diekspor. Menurut Eddy, pengalihan pasir hasil tangkapan Armabar adalah cara paling efektif ketimbang lelang oleh negara. "Lelang itu rawan korupsi. Kalau tidak diawasi, pasir bisa `lari` ke Singapura," katanya. Saran Eddy ditanggapi positif oleh Panglima Armabar Laksamana Muda TNI Muryono. Menurut Muryono, pasir darat yang diduga akan diselundupkan ke Singapura itu dapat digunakan untuk mereklamasi Pulau Nipah. "Tapi saat ini, masih ditahan Armabar untuk menjadi barang bukti di pengadilan," katanya. Ia mengatakan Armabar telah membuat surat laporan penangkapan berikut dugaan beberapa pelanggaran yang dilakukan kapal pandu (tug boat) dan tongkang yang memuat pasir dan granit. Dokumen itu diserahkan kepada pihak terkait guna penyelidikan tuntas kasus itu. Departemen Perdagangan melarang ekspor pasir karena dampak lingkungan yang diakibatkan dari galian C itu merusak dalam Permendag No.02/ M-DAG/ PER/ I/2007. Sejak peraturan itu diberlakukan, Armabar telah menangkap 18 pasang tongkang dan tug boat yang memuat pasir dan debu batu granit, yang masing-masing bermuatan sekitar 3.000 metrik ton. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2007