Jakarta (ANTARA News) - Penurunan nilai penjaminan simpanan dari semula Rp1,0 miliar menjadi Rp100 juta mulai 22 Maret tahun ini, diperkirakan tidak akan menimbulkan gejolak namun harus tetap diwasdapi terutama jika terjadi peristiwa yang di luar dugaan. "Kalaupun ada (dampaknya) maka tidak luar biasa," kata pengamat perbankan Pradjoto, pada seminar Penurunan Penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dan Dampaknya Pada Perbankan Indonesia, di Jakarta, Selasa. Terhitung mulai 22 Maret 2007, pemerintah melalui LPS hanya menjamin simpanan masyarakat di perbankan sampai dengan Rp100 juta per nasabah per bank. Alasan Pradjoto, bank-bank ingin menunjukkan menjadi yang terbaik. Selain itu, masih banyak instrumen lain di luar perbankan. Sebagian besar nasabah (98,26 persen) juga mempunyai tabungan di bawah Rp100 juta. Pengaruh yang signifikan, katanya, terjadi pada nasabah sisanya yang sekitar 1,7 persen namun mempunyai jumlah simpanan yang besar. Namun, katanya, masalah ekonomi bukan hanya masalah perbankan saja, tapi harus dilihat dari kondisi Indonesia lainnya, seperti apakah kondisi ekonomi Indonesia aman atau tidak. Selain itu, juga kondisi keamanan serta gejolak sosial. Pradjoto menganggap masih ada potensi gejolak sosial karena pemerintah belum mempunyai kemampuan menyediakan lapangan kerja. Ia mengatakan, gejolak akan terjadi jika ada goncangan politik yang luar biasa dan kebijakan pemerintah yang luar biasa.` "Saya lihat tidak ada goncangan (akibat penurunan nilai pinjaman simpanan) tapi jangan `under estimate` (menyepelekan)," katanya. Namun ia juga meminta nasabah untuk mencermati dan mengenali kekuatan dan kesehatan bank.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007