Yogyakarta (ANTARA News) - Umat Hindu Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melaksanakan upacara Melasti di pantai Parangkusumo, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Kamis, sebagai rangkaian dari perayaan Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1929. Ketua Panitia upacara Melasti di Yogyakarta, AA Ari Dwipayana, mengatakan, kegiatan ini yang bertema "Merayakan Melasti Tahun Saka 1929, Umat Hindu besama-sama membangun persaudaraan sejati", tidak hanya berarti penyucian diri dari kotoran secara ragawi tetapi juga agar umat selalu introspeksi dan retrospeksi. Upacara ini bertujuan menyucikan diri pribadi (Buana Alit) dan Jagat (Buana Agung) beserta isinya, serta alat-alat upacara berupa arca, pratima, nyasa, pralingga atau dakrina linggih Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan berbagai manifesnya. Pada saat itu pula, umat Hindu mulai memantapkan diri untuk merayakan Hari Raya Nyepi, katanya. Secara spiritual,katanya, Melasti berarti membuang kotoran dan mengambil tirtha amrita, maksudnya membuang sifat-sifat buruk dengan selalu introspeksi dan retrospeksi diri. Bukan menyalahkan orang lain tetapi selalu mencari diri, menasehati diri sendiri dan masuk ke dalam diri sendiri,seperti Bima bertemu dengan Dewa Ruci atau Bima kecil yakni bertemu dengan dirinya sendiri setelah mengarungi samudera kehidupan dengan gagah berani melenyapkan dan menumpas segala rintangan yang menghadang. Di akhir perjuangannya, Bima memperoleh amrita sanjiwani atau air kehidupan. Sedangkan sifat-sifat buruk yang mesti dibuang antara lain adalah enam musuh atau Sad Ripu yaitu kama (nafsu biologis), lobha (rakus), krodha (kemarahan), madha (kemabukan), moha (kebingungan) dan matsarya (dengki iri hati). Masih banyak sifat buruk lain yang harus dilenyapkan untuk mendapat air kehidupan, dan sifat-sifat inilah yang memang harus dibuang dengan memupuk sifat-sifat yang baik dengan membangun persaudaraan sejati sehingga mencapai kehidupan `santih` di bumi. Berbagai bncana yang melanda negeri ini seperti gempa bumi dan angin puting beliung, juga menuntut kebersamaan sebagai wujud persaudaraan sejati,katanya. Setelah Dharma Wacana yang disampaikan Igp Suryadharma MS, kemudian dilanjutkan dengan Ngaturang banten sasaji yang dipimpin oleh Ratu Bhagawan Putra Manuaba dengan iringan kekidungan. Dilanjutkan kemudian dengan tirtha panglukatan Banten sesaji dan panglukatan seluruh umat sebelum ngayab Banten berupa hasil bumi masyarakat seperti sayuran dan buah.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007