Jayapura (ANTARA News) - Pemerintah diminta segera merelokasi semua warga masyarakat yang kini bermukim di lereng-lereng Kawasan Cagar Alam (KCA) Pegunungan Cycloops yang terbentang dari Kota Jayapura hingga sebagian wilayah di Kabupaten Jayapura, Papua. Permintaan itu disampaikan Wakil Ketua II Majelis Rakyat Papua (MRP), Dra Hanna Hikoyabi, kepada ANTARA News di Jayapura, Senin, menyikapi bencana alam banjir yang terjadi 6-7 Maret 2007, dan mengakibatkan sejumlah fasilitas umum di Kota Jayapura dan sebagian wilayah di Kabupaten Jayapura menderita kerugian material yang cukup besar, serta terancamnya nyawa manusia di daerah itu. Menurut Hikoyabi, pemerintah perlu melakukan usaha-usaha yang nyata untuk merelokasi warga masyarakat yang kini bermukim di lereng-lereng KCA Pegunungan Cycloops, karena salah satu penyebab bencana alam banjir adalah pemukiman penduduk yang semakin padat serta perambah hutan di kawasan yang telah ditetapkan sebagai salah satu situs warisan dunia itu. "Upaya merelokasi itu dilakukan guna menghindari bencana alam yang lebih parah lagi menimpah penduduk di kedua wilayah itu dan salah satu upaya yaitu memindahkan para warga di daerah itu atau trans lokal ke daerah yang lebih aman agar mereka dapat mengembangkan hidupnya secara layak guna menunjang pembangunan di daerah itu," pinta Hikoyabi. Ia menjelaskan, faktor alam sangat dominan karena jangka waktu antara 7- 10 tahun alam sendiri mereview,alam sendiri mengatur alam secara alamiah, tetapi ada juga faktor human error yang harus di perhatikan, karena dapat di lihat dengan adanya penebangan hutan dan membuka areal pertanin di daerah KCA Cycloops. "Untuk itu pemerintah berkewajiban menertibkan masyarakat dan terus mendorong mereka dengan sistem pertanian yang baik dan perlu memberikan pemahaman tentang pola pengelolaan hutan yang lestari agar tidak terjadi bencana yang sama atau bencana alam lain yang lebih parah lagi," katanya. Ia menilai, warga masyarakat yang bermukim di bantaran kali dan sungai perlu di tertibkan agar mereka tidak membuang sampah tanpa kendali, sebab semua aliran air yang bersumber dari dari KCA Pegunungan Cycloops itu mengalir mengikuti kali/sungai ke Danau Sentani dan Samudera Pasifik. Pemerintah perlu memasang rambu-rambu larangan agar masyarakat tidak seenaknya membuang sampah secara liar yang mengakibatkan pencemaran di kawasan air. Dia menegaskan, pemerintah mempunyai tugas mengatur dan menertibkan masyarakat, agar semua komponen bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan alam dan khusus para penguasa di birokrasi agar tidak hanya datang ke masyarakat ketika mempunyai kepentingan tertentu seperti Pilkada untuk mencari dukungan suara belaka, sementara kondisi mereka diabaikan, padahal mereka juga perlu mendapat proses pemberdayaan secara manusiawi. "Para birokrasi jangan saling menyalahkan satu sama lain ketika terjadi bencana alam banjir seperti yang lalu, tetapi perlu merefelksi diri dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang lebih nyata," katanya. Ia berharap, pimpinan lembaga adat agar mengontrol dan mengendalikan warganya untuk tidak menjual tanah di daerah yang rawan bencana alam.Pimpinan lembaga adat harus bertanggung jawab kepada masyarakatnya agar tidak melakukan jual-menjual tanah, sebab tanah itu menjadi kultur masyarakat yang diciptakan Sang Pencipta. "Basis kultur di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura berangsur-angsur hilang, sehingga pimpinan lembaga adat jangan hanya menunggu pemerintah, tetapi segera mengambil lagkah-langkah nyata. Adat mempunyai kewenangan penuh untuk mengatur warga masyarakatnya,walaupun ada hukum formal. Adat itu lebih awal dianut masyarakat menyusul pemerintah," harapnya. Pemerintah harus bekerjasama dengan pimpinan lembaga adat menanganai status tanah di kota ini yang semakin marak terjadi transaksi tanah tanpa mempertimbangkan dampak yang kelak terjadi, baik masalah sosial, budaya maupun aspek lain, ujarnya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007