Denpasar (ANTARA News) - Sedikitnya 60 muda mudi ambil bagian dalam acara Omed-Omedan, yakni saling rangkul dan peluk cium di jalanan umum, di Banjar (dusun) Kaja, Sesetan, Denpasar, Selasa sore. Adegan peluk cium dengan lawan jenis yang oleh turis asing sering disebut Kiss Festival, dilakukan muda-mudi sebagai tradisi tahunan, yakni sehari setelah perayaan Hari Suci Nyepi. Tradisi yang khusus hanya berlangsung di daerah Banjar Kaja, yang pelaksanaannya memanfaatkan sebagian ruas Jalan Raya Sesetan Denpasar, tampak tidak saja dibanjiri ratusan penonton dari sejumlah daerah Pulau Dewata, tetapi juga para turis mancanegara. Dengan kamera atau foto tustel yang dibawa, beberapa "bule" tampak berusaha mengambil gambar atas adegan yang cukup langka dan unik tersebut, meski mereka harus turut berdesakan dan sesekali kecipratan air yang disiramkan pihak panitia penyelenggara. Atraksi yang hanya boleh dilakukan pria dan wanita yang masih berstatus perjaka dan perawan, serta khusus bagi warga dari Banjar Kaja tersebut, dimulai dengan pengelompokan para peserta. Peserta pria berkelompok dan berbaris di bagian utara jalan, sedang kelompok wanita berderet di selatan jalan, dengan jarak antara atau daerah renggang sekitar 25 meter. Dari dua arah tersebut, masing-masing kelompok yang sudah mengenakan kaos didominasi warna putih bertuliskan Omed-Omedan dengan ikan selendang di pinggang, mulai saling bergerak dan bertemu di tengah arena, yang di pingir kiri kanannya dipadati penonton. Saat kedua kelompok saling bertemu itulah, mereka kemudian melakukan adegan peluk cium antarpasangan berlawanan jenis. Adegan "mesra" tersebut baru terhenti setelah pihak penyelenggara menyiramkan air ke arena Omed-Omedan. Namun demikian, tampak pula ada sejumlah peserta yang bandel, mereka tetap "lengket" meski telah dua sampai tiga ember air disiramkan tepat di atas kepala kedua "pasangan". Kelian Adat Banjar Kaja, Wayan Sunarya mengatakan, tradisi yang sudah dimulai sejak ratusan tahun silam itu, setiap tahun harus digelar oleh warga di daerahnya. Pernah acara itu dilarang untuk dilakukan, yakni pada masa jaya-jayanya Orde Baru, ternyata sempat membawa bencana bagi warga di dusun tersebut, baik berupa sakit-sakitan atau musibah lainnya. "Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan muncul kembali di lingkungan warga kami itulah, Omed-omedan tetap harus diadakan setiap tahun, yakni sehari setelah Hari Suci Nyepi," ucapnya. Selain merupakan keharusan, lanjut dia, acara yang melibatkan para muda mudi tersebut juga bertujuan untuk lebih menjalin keakraban dan kekerabatan antarsesama warga bertetangga. Selama "Kiss Festival" berlangsung, arus lalulintas ditutup dari kedua arah, dialihkan ke sejumlah jalan penghubung yang ada di daerah itu.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007