Jakarta (ANTARA News) - Demokrasi yang berkembang di Indonesia dan Tunisia dapat menjadi contoh bagi Dunia Barat dalam melihat Islam dan sekaligus mengubah penafsiran buruk terhadap Islam. Barat sering melihat Islam sebagai penghalang dalam menjalankan demokratisasi di negara yang mayoritas muslim. Indonesia dan Tunisia yang berhasil menghidupkan demokratisasi praktis membuat dunia Barat terheran-heran, ujar Dubes Tunia untuk Indonesia Faysal Gouia dalam wawancara dengan Antara dalam rangka memperingati hari kemerdekaan negara tersebut yang 59 di Jakarta, Selasa. Indonesia, yang mempunyai penduduk lebih dari 220 juta dan 90 prosen dari total penduduk beragama Islam, telah berhasil menempati posisi ketiga sebagai negara yang paling demokratis di dunia. Begitu juga halnya dengan Tunisia yang mayoritas muslim walaupun jumlah penduduk tidak begitu besar juga berhasil mengusung demokrasi di sana, tambahnya. Selama ini, Barat cenderung melihat Islam dalam kaca mata sempit. Persepsi mereka terhadap Islam selalu terkait dengan fanatisme, tidak bisa menerima konsep Barat, susah untuk diajak berubah dan yang paling tidak enak didengar adalah adanya persepsi yang mengaitkan Islam dengan terorisme. Semua anggapan negatif ini memang sangat tidak menyenangkan bagi dunia Islam, karena selalu dipojokkan dengan berbagai tudingan dan image buruk oleh Barat yang tidak suka Islam. Dengan munculnya demokratisasi di Indonesia dan Tunisia yang mayoritas berpenduduk muslim, praktis image buruk Barat sedikit demi sedikit mulai pudar dalam arti bahwa Islam bukan lagi dilihat sebagai penghalang tumbuhnya demokratisasi, justru Islam sendiri mengusung dan pelindung kehidupan demokratis. Memang tidak dapat dipungkiri lagi bahwa banyak tantangan dan rintangan yang dihadapi dalam menegakkan demokratisasi. Hal yang serupa juga pernah dihadapi oleh negara-negara maju (developed countries) dan hanya saja negara negara tersebut sudah lama melakukan perbaikan dalam menghadapi tantang dan rintangan yang muncul sebagai akibat tumbuhnya demoktratisasi di negara berkembang. Menyinggung hubungan politik kedua negara, Faysal menjelaskan hubungan antara Tunisia dan Indonesia sudah berlansung cukup lama dan selama ini tidak ada gejolak pasang surut dalam hubungan kedua negara. Justru yang terjadi adalah adanya kesamaan pandangan dalam melihat isu internasional antara Tunisia dan Indonesia di forum internasional. Dalam hubungannya dengan isu mengenai Irak, katanya, Tunisia mempunyai pandangan dan pendirian yang sama dengan Indonesia seperti usul yang pernah disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada President George W. Bush dalam kunjungannya ke Indonesia di Bogor tahun lalu. Sehubungan dengan masuknya Indonesia sebagai anggota tidak tetap (non permanent) di Lembaga Keamanan PBB (United Nations Security Council), setidaknya posisi negara Timur Tengah sedikit agak diperhatikan karena bisa dipastikan bahwa Indonesia tentu akan membantu mengusung aspirasi negara Timur Tengah dan negara lainnya yang kemungkinan diperlakukan tidak adil secara politik selama ini. Perlakuan tidak adil terhadap negara lain dapat dilihat pada isu Palestina yang selama ini selalu mendapat tekanan dari Israel. Walaupun sudah diakui sebagai negara oleh PBB, Palestina masih saja mendapat tekanan militer dari Israel sehingga pelaksaan roda pemerintah tidak dapat berjalan dengan baik.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2007