Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda menegaskan, Indonesia tidak mendapat tekanan dari negara-negara besar khususnya Barat dalam mendukung resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengenai tambahan sanksi bagi Iran yang menolak menghentikan program pengembangan nuklirnya. Dalam pertemuan dengan sejumlah pemimpin redaksi media massa, anggota DPR dan kalangan organisasi kemasyarakatan di Gedung Deplu, Selasa, Menlu Wirajuda mengatakan sikap Indonesia tersebut sudah melewati proses pertimbangan dan melihat situasi yang berkembang. Ia berharap masyarakat juga memahami keputusan tersebut dan tidak mengartikannya sebagai sikap mengkhianati Iran, atau mendukung Israel serta lebih pro kepada Amerika Serikat (AS) atau Barat. "Salah satu yang menjadi pertimbangan kami adalah perubahan sikap Rusia dan China, dua negara yang sebelumnya gigih menentang sanksi atas Iran, tapi justru ikut menyusun draft resolusi," kata Wirajuda. "Berarti ada sesuatu dengan perubahan sikap itu. China dan Rusia, yang siap menyediakan tempat bagi pengembangan nuklir damai Iran, tampaknya akhirnya juga kecewa dengan sikap Iran," katanya. Menurut Wirajuda, jika Iran memang benar-benar mengembangkan nuklir hanya untuk tujuan damai, negara tersebut seharusnya lebih terbuka, termasuk dengan IAEA (Badan Energi Atom Internasional) dan mempertimbangkan tawaran dari Rusia. Dalam proses perundingan pun Iran cenderung lebih mementingkan perundingan dengan negara-negara besar, seperti anggota tetap DK PBB (AS, Rusia, China, Inggris, Perancis) ditambah Jerman. "Sementara Indonesia dan sejumlah negara lainnnya kurang dilibatkan dalam perundingan. Kita tentunya tidak ingin memberi dukungan buta," tambah Wirajuda. Indonesia sendiri, kata Wirajuda, sudah berupaya agar dalam pembicaraan soal Iran tetap dikedepankan usaha untuk menghindari kemungkinan sanksi yang justru akan lebih memanaskan siatusi. Sanksi militer tentunya akan ditentang oleh Indonesia karena hal itu bisa berbahaya bagi kawasan sekitaranya dan negara-negara di dunia. Indonesia juga mendesak agar ada keadilan dalam soal upaya perlucutan senjata nuklir, sehingga tidak hanya Iran yang menjadi sasaran tembak. Dalam Resolusi Nomor 1747, ada sejumlah hal yang merupakan masukan dari Indonesia yang intinya agar faktor keadilan itu menjadi pertimbangan. Dicontohkan, pasal yang menyebutkan desakan kepada semua negara pihak dalam perjanjian nonproliferasi nuklir agar memenuhi kewajiban-kewajibannya. Demikian juga dengan kalimat yang menyebutkan dorongan merealisasikan zona bebas senjata pemusnah massal di Timur Tengah. Meskipun tidak disebutkan nama-nama negaranya, dalam zona itu tentunya termasuk Israel. Dalam pertemuan di Gedung Pancasila Deplu itu, Menlu Wirajuda juga menerima pendapat-pendapat dari kalangan pers, anggota DPR dan tokoh lainnya. Di antara yang hadiri adalah Ketua Komisi I DPR, Theo Samboaga, serta anggota Komisi I DPR Joko Susilo dan Abdillah Toha . Abdillah Toha dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dalam pertemuan tersebut mengaku ikut kecewa dengan sikap Pemerintah RI yang mendukung sanksi tambahan bagi Iran di Dewan Keamanan PBB. Kalangan DPR, kata Abdillah, umumnya juga tidak setuju dengan sikap pemerintah, yang terlihat berbeda dengan komitmen sebelumnya terhadap Iran. "Oleh sebab itu, jika ada wacana untuk melakukan interpelasi soal Iran ini, saya akan sangat mendukung," katanya.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007