Jakarta (ANTARA News) - Menteri Pertanian, Anton Apriyantono, menegaskan bahwa Indonesia tidak menganut liberalisasi perdagangan untuk komoditas strategis, termasuk didalamnya gula dan beras. "Kita tetap pada satu kebijakan, bahwa gula dan beras adalah barang dalam pengawasan, diatur impornya, dan tidak dilakukan perdagangan global," kata Mentan, setelah mengikuti seminar dalam Rapat Pimpinan Nasional KADIN, di Jakarta, Selasa. Menurut dia, keberadaan beras dan gula melibatkan belasan juta petani beserta dengan keluarganya. Jika harga kedua komoditi tersebut jatuh berarti akan menyusahkan jutaan rakyat Indonesia. Dia mengatakan sedang dilakukan kajian kebijakan mengenai beras dan gula. Anton mencontohkan apa yang telah terjadi pada tahun 1998, ketika terjadi liberalisasi perdagangan beras dan gula, harga kedua komoditi tersebut jatuh. Akibatnya banyak petani menjadi miskin, karena itu dibuat kebijakan pengaturan yang dapat memproteksi gula petani. "Saat ini, Alhamdulillah kebijakan tersebut sudah berhasil," katanya. Dia mengatakan saat ini sedang beranjak kesatu kebijakan yang memproteksi petani dan konsumen. Ditetapkan ada harga dasar, ada harga atas, dan ada keadilan bagi para pedagang. Sementara itu, Sekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Rachmat Pambudy menilai, Indonesia merupakan negara yang paling liberal dibanding negara lain dalam hal perdagangan beras. Dia mengatakan, hal tersebut terlihat dari tidak adanya tarif bea masuk impor beras yang diterapkan pemerintah untuk melindungi petani dalam negeri.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007