Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mendorong peningkatan keakuratan data perikanan global khususnya yang dimiliki oleh negara-negara yang menjadi anggota Komite Perikanan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO).

"Indonesia sangat mendorong negara-negara anggota FAO untuk meningkatkan kualitas data yang disampaikan ke FAO dengan lebih akurat, terbaru, dan bertanggung jawab," kata Menteri Susi dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.

Sebagaimana diketahui, Menteri Susi memimpin delegasi Indonesia yang menghadiri sesi ke-32 Komite Perikanan FAO yang digelar di kota Roma, Italia, Senin (11/7) lalu.

Dalam acara tersebut, Menteri Susi menyampaikan komitmen pemerintah Indonesia dalam mengawal perikanan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan menjadi sorotan dunia.

Indonesia dianggap dapat menjadi contoh bagi pelaksanaan komitmen dalam pemberantasan IUU Fishing (Penangkapan Ikan Secara Ilegal) atas langkah konkritnya dalam meratifikasi dan mengimplementasikan aturan FAO dalam mengatasi tindak pidana tersebut.

Menteri Kelautan dan Perikanan RI menegaskan, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan data perikanan yang lebih baik kepada FAO untuk penyusunan The State of World Fisheries and Aquaculture (SOFIA). "Penerapan kuesioner dari FAO, saya akui sudah lebih baik. Saya juga mengapresiasi tumbuhnya partisipasi negara-negara dalam penyusunan SOFIA 2016," kata Susi Pudjiastuti.

Tanpa data yang kredibel, lanjut Susi, tidak mungkin dunia mengambil langkah-langkah yang tepat dalam membangun ketahanan pangan yang berkelanjutan untuk Indonesia.

Dalam kesempatan itu, Susi juga mengenalkan program "One Data Initiative" untuk meningkatakan proses pengumpulan data perikanan. "Saat ini, Indonesia sedang mencanangkan program Satu Data. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan proses pengumpulan data perikanan dengan tiga pendekatan, yaitu sumber daya manusia, proses, dan teknologi," paparnya.

Susi juga mengapresiasi penyerahan laporan dan dokumen SOFIA yang merupakan laporan-laporan dari negara anggota FAO.

Sebagaimana diwartakan, Pemerintah dinilai perlu menyusun sistem database yang akurat dan terus dimutakhirkan setiap waktu agar benar-benar diketahui secara transparan dan lebih jelas mengenai kebutuhan impor komoditas perikanan.

"Pemerintah Pusat dan Daerah mesti menyusun sistem database mengenai stok ikan yang dipublikasikan secara online dan reguler," kata Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat Keadilan dan Perikanan (Kiara) Abdul Halim.

Menurut dia, sistem database stok ikan tersebut perlu dilakukan setiap mingguan atau bulanan untuk mengantisipasi pelbagai dampak terjadinya kelangkaan sumber daya ikan/garam yang membuka kran impor.

Selain itu, ia juga menginginkan Pemerintah Pusat dan Daerah bersama-sama dengan perwakilan masyarakat perikanan dan pergaraman skala kecil dan pemangku kepentingan terkait lainnya menyelenggarakan evaluasi kebijakan impor ikan dan garam, termasuk implementasi di lapangan. "Targetnya, diketahui tantangan dan ancaman berkenaan dengan pelaksanaan pengelolaan sumber daya perikanan dan pergaraman," katanya.

Sekjen Kiara menyatakan akibat dari impor komoditas kelautan dan perikanan antara lain harga kepiting di sentra produksi Cirebon mengalami penurunan drastis.

Sedangkan dampak lainnya, lanjut Abdul Halim, menurunnya mutu ikan yang dipasarkan di dalam negeri, serta daya saing nelayan skala kecil menurun drastis dikarenakan minusnya fasilitas pemerintah.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2016