Jakarta (ANTARA News) - Kelangkaan sejumlah produk strategis, seperti gas elpiji dan beras, mengindikasikan adanya unsur kesengajaan, karena solusinya selalu dengan kebijakan impor yang pada akhirnya diduga hanya untuk memperkaya diri atau kelompok melalui dana komisi. "Pasti ada yang salah dalam hal ini, dan sepertinya kesalahan itu disengaja untuk merusak citra pemerintah. Karena itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus tegas kepada para pembantunya di kabinet," kata Ketua BUMN Watch, Naldy Nazar Haroen, di Jakarta, Kamis. Menurut Naldy, kelangkaan produk strategis seperti beras dan gas elpiji akibat dari ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumen dari produksi sendiri, menandakan tidak adanya perencanaan yang matang dari sisi produksi. Alasan perbaikan rutin di Kilang Unit Pengelolaan V Balikpapan atau keterlambatan pasokan sepertinya dibuat-buat untuk menghalalkan impor, karena tujuannya memang melakukan impor untuk mendapatkan komisi, kata Naldy. "Saya melihat semua permasalahan ada di BUMN semacam Bulog dan Pertamina. Sepertinya ada strategi penggerogotan wibawa pemerintahan SBY-JK. Bahkan saya curiga, ada strategi besar untuk menggerogoti wibawa pemerintah. Untuk ini SBY harus hati-hati dan tegas, kalau memang pembantunya di BUMN tak mampu, secepatnya saja diganti," ucap Naldy. Senada dengan itu, pengamat ekonomi dan politik, Ichsanuddin Noorsy secara terpisah mengatakan terdistorsinya kebutuhan masyarakat mulai dari beras sampai gas cerminan penanganan masalah oleh pemerintah yang liberal. Menurut dia, meski Indonesia bukan negara liberal tapi hampir semua sektor ekonomi dikelola secara liberal. "Termasuk minyak tanah dan gas ini merupakan konsekuensi liberalisasi migas yang disahkan oleh pemerintah dan legislatif di negara ini," kata Noorsy. Ia menilai pengelolaan BUMN di Indonesia salah arah. Meski ada Undang-Undang (UU) BUMN, dalam pengelolaannya tak ada jaminan pelayanan kepada masyarakat bisa terus dilakukan. "Kalau dilihat dari sini tentu saja Menneg BUMN yang tidak punya arah, mungkin sampai saat ini targetnya hanya menjual BUMN yang rugi," katanya. Pengamat ekonomi InterCafe, Iman Sugema menilai bahwa memang ada celah dalam pengelolaan migas untuk dimanfaatkan segelintir pihak. "Kalau hal vital dipolitisasi oleh segelintir orang itu, pengelolaan kedepan jadi kacau," ujar Iman. Sementara itu, pihak Pertamina mengatakan telah menambah pasokan gas elpiji untuk mengurangi kelangkaan di wilayah Jakarta dan sekitarnya sebanyak 1.500 metrik ton per hari atau lebih banyak 30 persen dari kebutuhan normal 1.100 metrik ton. Untuk mengurangi kelangkaan gas elpiji di wilayah Bandung, dipasok 350 metrik ton gas elpiji atau 25 persen lebih banyak dari kebutuhan normal 280 metrik ton, kata Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Hanung Budya. Ia mengharapkan dengan peningkatan pasokan tersebut, dalam 3 hingga 4 hari kedepan kondisi pasokan dan kebutahan elpiji akan kembali normal. Untuk itu Petamina akan terus menambah pasokan hingga kondisi membaik. Hanung mengakui kelangkaan gas elpiji terjadi karena adanya keterlambatan pasokan. Jadwal impor elpiji Pertamina bulan Maret sebanyak 7 kargo mengalami keterlambatan selama 2 hingga 3 hari. Setiap kargonya mengangkut sekitar 200 metrik ton, ujarnya. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2007