Jakarta (ANTARA News) - Ketua MPR, Zulkifli Hasan, menyoroti kesenjangan sosial di masyarakat saat ini yang masih terlihat, sehingga adanya aturan yang mengatur dan mengikat untuk semakin menjembatani kesenjangan itu dipandang penting. 

Menurut dia, sumber daya alam dan aset daerah umumnya dikuasai oleh segelintir orang yang dulunya menjadi sponsor saat pemilihan kepala daerah. Padahal, hal ini bertentangan asas kedaulatan rakyat yang dijunjung Pancasila. 

"Hal ini tentu bertentangan dengan keadilan sosial bagi rakyat. Jauh juga dari kedaulatan untuk rakyat yang dijunjung tinggi dalam Pancasila," kata dia, seperti dalam keterangan tertulis MPR, Rabu. 

"Pentingnya melihat perkembangan sistem negara kita akhir-akhir ini mengenai kesenjangan. Kita survei terakhir, satu persen menguasai 50,3 persen. Itu kesenjangan yang terlalu jauh. Di mana posisi kedaulatan rakyat? Kalau seperti itu yang berdaulat dan berkuasa rakyat itu ada di mana?" kata Hasan.

Aturan yang dimaksud adalah Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Tujuannya, agar ada pegangan dan aturan pembangunan segala bidang untuk jangka panjang.

Istilah dan bentuk GBHN ini memudar dan kemudian hilang dari ketatanegaraan Indonesia sejalan dengan reformasi pada 1998 yang menggusur kepemimpinan Orde Baru dan hal-hal yang terkait Orde Baru. Termasuk tuntunan dan target pembangunan negara di salam GBHN itu. 

"Dalam demokrasi, kalau tidak ada norma kuat yang mengatur maka demokrasi itu hanya akan menguntungkan segelintir orang saja. Sama seperti pasar bebas. Pentingnya haluan negara yang mengatur dan menjadi pegangan bagi pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang. Semua fraksi kelompok MPR dan DPD sudah sepakat," kata dia. 

"Oleh karena itu kami mohon dukungan dan doanya, mudah-mudahan kalau semua bisa disimpulkan apa saja yang perlu dimasukkan ke dalam haluan negara itu sebagai langkah awal sehingga kita punya pegangan. Jadi setiap ganti presiden atau gubernur ganti program dan kebijakan," kata Hasan.

Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ade P Marboen
COPYRIGHT © ANTARA 2016