Riyadh (ANTARA News) - Wakil Presiden Yusuf Kalla bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad Badawi membicarakan penyelesaian sengketa Timur Tengah di Wisma Tamu Kerajaan Arab Saudi di Riyadh hari Rabu. Temu puncak Liga Arab, yang dibuka Rabu oleh Raja Saudi Abdullah, perlu mendengarkan pandangan Islam di luar Liga Arab tentang penyelesaian sengketa di kawasan itu, ujar Kalla setelah bertemu dengan Badawi beberapa saat sebelum temu puncak itu dibuka. "Kita perlu memunyai pandangan sama, sebab konflik Timur Tengah juga memberi pengaruh besar pada negara Islan secara keseluruhan," katanya. Untuk itu, Liga Arab untuk pertama kali mengundang empat negara Islam berpenduduk bukan Arab, yakni Indonesia, Malaysia, Pakistan, dan Turki, dengan kedudukan peninjau. "Negara Liga Arab ingin mendengar aspirasi kami," tambahnya. Pada pertemuan tak resmi dengan negara bukan Arab, Kalla menyampaikan bahwa bila berlanjut, sengketa di Timur Tengah akan membawa dampak luas tehadap negara bukan Arab berpenduduk sebagian besar muslim. Dampak itu semua, di samping politik, juga bisa menyangkut Islam dengan Islam, ekonomi, karena harga minyak terus membumbung tinggi akibat lama sengketa. "Mau tak mau, itu tentu membawa dampak sangat besar, yang akan ditanggung negara Islam bukan Arab," katanya. Langkah nyata harus ditempuh negara muslim bukan Arab, kata Kalla, ialah Liga Arab sudah saatnya menyelesaikan sengketa dengan "cara Arab" dengan dukungan besar dan kuat dari negara bukan Arab, termasuk Eropa dan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Cara Arab, menurut Azyumardi Azra selaku pakar Islam, yang hadir di acara Liga Arab itu, ialah prakarsa Makkah untuk menyelesaikan sengketa antara Hamas dan Fatah dengan cara tertentu sesuai dengan keadaan di Arab. Ada pandangan miring terhadap cara Arab itu, karena dinilai tidak bisa menyelesaikan masalah Palestina-Israel, yang sudah berlangsung lama, katanya, "Jadi, saya pikir, baik bagi keempat negara bukan Arab itu mendengarkan dan dari situ akan dapat memberikan pilihan penyelesaian." Menurut dia, pilihan nyata, yang dapat ditawarkan Indonesia, ialah pertama, seperti disampaikan Wakil Presiden, Indonesia menginginkan penyelesaian perdamaian di antara Palestina. Antara Hamas dan Fatah perlu juga diciptakan penyelesaian dalam tata politik lebih jelas di antara mereka. Kedua, masalah berkaitan dengan dukungan lebih ihlas dan tulus dari negara Arab dan negara negara muslim lain, katanya dengan menambahkan bahwa dalam kerangka Indonesia, semua negara perlu menekan kepada Palestina untuk menerima perdamaian, tapi pada saat sama, Indonesia mengusahakan kekuatan pilihan, seperti, Uni Eropa, mau menekan Israel menerima perdamaian. Selama ini, peran itu terutama dilakukan Amerika Serikat, sedangkan Uni Eropa tidak begitu, katanya, "Ini usul baru dari Indonesia, yang secara tak resmi sudah disampaikan Wakil Presiden kepada Uni Eropa, Arab dan Malaysia serta beberapa negara lain." Ia menyatakan konsep Indonesia bahwa negara Islam mengatur Palestina, sementara Uni Eropa dapat melunakkan Israel, akan terus digulirkan. "Jadi, harus ada kekuatan multilarteral lain selain Amerika Serikat untuk menjadi pilihan perdamaian di Timur Tengah, tambahnya.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007