Jakarta, 29/3 (ANTARA) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berharap peningkatan kinerja PBB tidak mengubah karakter operasi badan dunia itu di tingkat negara yang bersifat universal, sukarela, netral dan multilateral. "Kita harus memastikan bahwa perbaikan di tubuh PBB tidak mengurangi karakter pada operasi PBB yang harus tetap universal, sukarela, netral dan multilateral. Mereka juga harus selalu cukup fleksibel untuk merespon kebutuhan khusus negara yang mereka layani," katanya saat membuka acara "Regional High Level Consultation On UN System-Wide Coherence", di Istana Negara Jakarta, Kamis. Menurut Presiden, upaya untuk memperbaiki kinerja PBB di tingkat negara membutuhkan empat hal, yaitu prediksi penggalangan dana bagi semua program nasional, penyederhanaan proses administrasi pada program yang disalurkan, pensejajaran program-program PBB dengan program-program nasional, dan kepemilikan nasional dari program-program PBB di negara bersangkutan. Oleh karena itu, lanjut Presiden, diselenggarakan forum konsultasi tersebut untuk mengidentifikasikan cara-cara meningkatkan efisiensi dan efektivitas PBB dalam memenuhi tujuan utamanya sesuai dengan kaidah yang tercantum dalam piagam PBB. "Usaha ini (konsultasi) sangat penting untuk keseluruhan proses perbaikan di sistem PBB yang lebih efisien, saling berhubungan, dan efektif bagi kehadiran badan PBB di bidang pembangunan, kemanusiaan, dan lingkungan hidup," kata Presiden di hadapan lebih kurang 200 perwakilan se-Asia Pasifik. Hal pertama yang harus dilakukan, menurut Presiden, adalah mempelajari masalah yang mengakibatkan ketidakefektifan itu terjadi. "Masalah terbesar dalam sistem PBB adalah masalah duplikasi. Isu tentang air, contohnya, menurut laporan panel telah diikuti lebih dari 20 badan-badan PBB. Ini tentu saja membuang uang dan tenaga. Masalah juga terletak pada kompetisi yang ketat untuk penggalangan dana dari negara-negara donor diantara badan-badan PBB," ujar Presiden. Pada kesempatan itu Presiden juga mengungkapkan mengenai bagaimana ketidakefektifan tersebut berpengaruh dalam proses penanganan suatu kejadian. "Kehadiran PBB di tingkat negara penting, sebagaimana yang terjadi di Aceh. Dalam hitungan hari setelah tragedi hebat itu di Desember 2004, PBB telah melaksanakan operasi kemanusiaan darurat besar-besaran. Secara pribadi saya memberi hormat atas respon cepat tersebut," kata Presiden. Namun, lanjut dia, setelah respon cepat tersebut, terdapat masalah-masalah pada kebijakan yang saling berhubungan dan koordinasi pada pelaksanaanya. "Berton-ton makanan ditinggalkan di gudang bersamaan dengan obat-obatan dan peralatan kesehatan yang tidak didistribusikan. Hal ini tidak akan terjadi apabila terdapat kebijakan yang saling berhubungan dan koordinasi pada tugas lapangan," ujarnya. Oleh karena peristiwa itu maka kesuksesan dan keefektifan PBB telah terkikis oleh duplikasi dan ketidaklogisan dari program itu sendiri. Dalam acara tersebut Presiden juga menjelaskan bahwa PBB dibutuhkan di Indonesia untuk mencapai strategi ekonomi nasional yaitu pembangunan, penciptaan lapangan pekerjaan dan memberantas kemiskinan sehingga Indonesia dapat meraih target MDGs. "Itulah mengapa kami serius dalam rencana memakai sistem nasional pada badan PBB, seperti yang telah dilakukan beberapa negara. Dengan mengambil langkah tersebut, kita dapat meningkatkan kerjasama untuk membangun dengan PBB," katanya. Sementara itu Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda menegaskan reformasi di dalam tubuh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sangat penting agar setiap program dan kerjasama yang digalang dengan negara-negara anggota dapat berjalan efektif, terkordinasi dengan, baik dan tidak ada tumpang tindih dengan badan-badan lain dalam naungan PBB. "Indonesia juga berharap bisa menjadi `pilot project` untuk mendirikan `UN House` dan satu badan (dengan semua organisasinya, red) berada dalam satu gedung dengan satu program yang menyeluruh agar dapat bekerja efisien, efektif, dan kordinasi dana juga ada jaminan kepastian," katanya. Konsultasi panel yang diikuti oleh 41 negara perwakilan di kawasan Asia dan Pasifik itu terselenggara atas kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Norwegia, untuk mendiskusikan berbagai isu terkait dengan rekomendasi panel PBB.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2007