Jakarta (ANTARA News) - Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan investasi 2007 ditargetkan dapat kembali mencapai pertumbuhan sekitar 10 persen seperti sebelum krisis ekonomi. "Sebelum krisis pertumbuhan investasi secara nyata itu sekitar 10 persen, selama 2000-2006 pertumbuhan investasi rata-rata hanya 7 persen dan tahun lalu hanya 3 persen. Kita harus targetkan investasi kembali pada sekitar 10 persen, in real terms," katanya usai menghadiri rapat paripurna DPR untuk mensahkan Undang-Undang Penanaman modal, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis. Menurut Mendag, untuk memperbaiki iklim investasi tidak hanya UU PM yang harus berperan, tetapi UU lain seperti UU pajak, penyederhanaan perizinan, pengurangan birokrasi, serta pengurangan ekonomi biaya tinggi. "Sebagai tindak lanjut dari pengesahan UU ini pemerintah akan melakukan finalisasi dari beberapa peraturan pelaksana, mungkin dua yang kita harapkan dapat kita selesaikan dalam waktu dekat karena secara paralel sudah kita lakukan persiapan," jelasnya. Dua Peraturan Presiden (PP) yang hampir selesai itu, lanjut dia, tentang kriteria dan penyusunan bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan serta Peraturan Presiden tentang tata cara dan pelaksanaan pelayanan terpadu. "Ada yang dua jadi satu, tadinya ada PP tatacara PM dan dan PP pelayanan terpadu, ada PP daftar sektor tertutup, PP nomor 25 juga saya masukkan situ karena itu bagian dari implementasi pembagian kewenangan pusat dan daerah yang setahu saya sudah selesai," paparnya. PP lainnya yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UU PM adalah mengenai fasilitas yang diatur dalam PP No 1 2007. "Yang terakhir PP tentang BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) yang belum mulai karena harus tunggu UU," ujarnya. UU PM tersebut juga mencantumkan penyederhanaan prosedur dan perizinan melalui pelayanan satu pintu dan kejelasan peran BKPM yang menjadi koordinator pelaksanaan kebijakan penanaman modal. Dengan penyederhanaan prosedur dan perizinan diharapkan dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan hal itu dari 97 hari menjadi 30 hari. Mendag mengatakan UU PM yang baru itu akan menggantikan UU PMA (Penanaman Modal Asing) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tahun 1967 dan 1968. "Inti dasar dari UU ini antara lain kepastian hukum dengan adanya asas penting seperti perlakukan yang sama antara PMA dan PMDN, transparansi, akuntabilitas, garansi terhadap nasionalisasi dan penyelesaian sengketa," tuturnya. Hal-hal tersebut, tegasnya, biasanya menjadi pokok-pokok suatu UU PM di negara manapun. Pembagian wewenang dan tanggung jawab antara pusat dan daerah telah sesuai dengan aturan otonomi daerah namun dalam hal-hal tertentu yang berkaitan dengan kepentingan nasional tetap diputuskan oleh pemerintah pusat. "Penanaman modal yang terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat resiko dan dampak lingkungan yang tinggi itu tetap akan diatur di pusat," katanya. Mendag menjelaskan, hal itu merupakan bagian dari prinsip eksternalitas yang didasarkan pada UU Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. "Kalau investasi dalam wilayah kabupaten memang menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten, tapi kalau investasi itu masuk dalam kategori sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat kerusakan lingkungan hidup yang tinggi, itu bisa ditarik ke pusat karena ada aspek eksternalitas. Jadi dia bisa membuat kerusakan yang akan mempengaruhi kabupaten lain, atau propinsi atau bahkan negara," jelasnya. Fasilitas dan perlindungan Dalam UU PM yang baru disahkan tercantum serangkaian fasilitas untuk penanaman modal seperti fasilitas fiskal, kemudahan pelayanan hak guna tanah, bangunan dan hak pakai tanah, serta kemudahan pelayanan dan keimigrasian, juga kemudahan pelayanan perizinan impor. "Akhirnya kita sepakati hal-hal spesifik yang ada di UU dan peraturan lain kita masukkan dalam UU ini supaya jelas apa yang diperoleh sebagai insentif bagi PMA maupun PMDN," kata Mendag. Meski demikian, lanjut Mendag, semua pasal terdapat rambu-rambu untuk menjaga kepentingan nasional termasuk sektor yang tertutup maupun terbuka dengan syarat yang dibentuk dengan kriteria kepentingan nasional. "Kepentingan nasional didefinisikan sebagai ketahanan nasional, kesehatan, kebudayaan, lingkungan hidup dan aspek kepentingan yang lain, itu sangat jelas disebut dalam UU ini," ujarnya. Sektor yang dianggap menjadi kepentingan nasional akan dicantumkan dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) yang dibuat dalam bentuk Peraturan Presiden. "DNI tidak secara eksplisit dalam UU ini karena DNI itu suatu yang dinamis, kita harus review terus, dan dalam peraturan yang lama pun itu direview setiap tiga tahun. Yang ada dalam UU ini di pasal 12 adalah kriteria yang digunakan untuk menyusun daftar sektor yang tertutup maupun sektor yang terbuka dengan syarat," jelasnya. Mendag menyebutkan beberapa bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal asing misalnya adalah produksi senjata, mesiu, alat peledak dan peralatan perang. "Setiap departemen sudah diminta untuk menyusun kembali daftar mereka dengan kriteria ini dan ada prasyaratnya," tambahnya. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2007