Yogyakarta (ANTARA News) - Peneliti senior pada Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Mochammad Maksum, mengemukakan bahwa Harga Pembelian Pemerintah (HPP) yang ditetapkan pemerintah per 1 April 2007 dinilai masih membuka peluang untuk melakukan impor beras. Di Yogyakarta, Minggu, ia mengatakan, HPP dinilai belum bisa mengimbangi biaya produksi sehingga petani akan lebih memilih untuk menjual berasnya ke tengkulak daripada ke pemerintah, yang akan berakibat tingginya harga beras di tingkat konsumen. "Ketika harga beras di pasar tinggi akibat naiknya ongkos buruh, biaya transportasi,biaya pengepakan, dan sebagainya, sementara pemerintah kekurangan stok, impor menjadi alternatif yang akan dipilih pemerintah," katanya. Menurut Maksum, HPP menetapkan harga untuk Gabah Kering Panen (GKP) sebesar Rp2000/kg ditingkat petani, Gabah Kering Giling (GKG) Rp2.575/kg di penggilingan dan beras Rp4.000/kg di gudang Bulog dirasa belum menyentuh pada upaya perbaikan nasib petani. "Harga GKP setidaknya Rp2.200/kg, GKG Rp2.800/kg dan beras Rp4.500,00," katanya. Ia mengatakan, dengan HPP ideal Rp4.500/kg untuk beras, operasi pasar dapat dilakukan ketika Harga Eceran Tertinggi (HET) mencapai Rp5.625/kg. Harga itu, kata dia, akan mengimbangi harga produksi beras petani yang mencapai Rp3.800/kg dengan rendemen giling 60-62 persen, bukan 65 persen seperti yang dikemukakan pemerintah. Maksum mengkhawatirkan nantinya harga di pasar akan jauh di atas HPP sehingga pemerintah kewalahan untuk membeli beras petani. "Ketika Bulog tidak mampu memenuhi target pengadaan beras, stok nasional akan turun, akibatnya impor akan jadi satu pilihan yang tidak bisa dihindari," katanya. Menurut dia, pemerintah tidak akan mengulang kesalahan yang sama ketika tahun 2006 hanya mampu memenuhi 60 persen target pengadaan beras nasional. "Setidaknya pemerintah sudah berada pada jalan yang benar dengan menaikkan HPP, semoga kebijakan ini akan ditinjau ulang setiap tahun untuk meningkatkan kesejahteraan petani," demikian Maksum. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2007