Jakarta (ANTARA News) - Kalangan Komisi I DPR mengharapkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta maaf atas kebijakannya mendukung resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1747 tentang penambahan sanksi kepada Iran terkait program pengembangan tenaga nuklir, sekaligus memanggil Dubes RI di PBB untuk mempertanggungjawabkan tindakannya. Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Dedy Djamaluddin Malik, menyatakan hal itu, di Jakarta, Senin, saat menjawab pertanyaan tentang apa manfaat serta harapan atas prakarsa Indonesia menggelar pertemuan dua aliran Islam, Syiah dan Sunni, di Istana Bogor, mulai Selasa (3/4) besok. Dedy Djamaluddin Malik memang tidak secara tegas memberi pernilaian terhadap pertemuan dua aliran besar Islam di Timur Tengah itu, tetapi tetap mengharapkan pemerintah Indonesia, khususnya Presiden Yudhoyono, agar menghargai dan memahami reaksi komunitas serta para ulama, baik luar maupun dalam negeri atas sikap Indonesia mendukung resolusi Dewan Keamanan PBB menengenai penambahan sanksi kepada Iran. "Presiden harus minta maaf karena kebijakannya bolah jadi keliru dan berjanji meninjau kembali dukungannya terhadap resolusi itu serta memanggil Dubes Indonesia untuk PBB," kata Dedy. Sementara itu, rekannya dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Komisi I, Effendy Choirie, mengaku belum tahu persis topik maupun apa tindak lanjut dari pertemuan Syiah dan Sunni di Bogor. "Tapi, (pertemuan) itu bagus," katanya, sembari menanyakan kembali apa topik serta tujuan sekaligus bagaimana implementasi tindak lanjutnya. Hampir senada dengan itu, Yuddy Chrisnandi dari Fraksi Partai Golkar (FPG), juga hanya berkomentar singkat tentang prakarsa pemerintah RI mempertemukan aliran Syiah dan Sunni tersebut. "Memang tugasnya presiden membuka pertemuan internasional yang digagas Indonesia itu, apalagi tempatnya di rumah dia, Istana Bogor, masak yang buka Ketua DPR," kata Yuddy Chrisnandi. (*)

Pewarta: muhaj
COPYRIGHT © ANTARA 2007