Jakarta (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menyambut baik hasil kajian Ikatan Alumni Lemhanas (IKAL) mengenai perlunya amandemen lanjutan terhadap konstitusi dan DPD juga tidak keberatan bila terlebih dahulu dilakukan kajian oleh sebuah tim ahli. "Hasil kajian IKAL itu luar biasa bagi DPD. Kami menyambut baik," kata Sekretaris Kelompok DPD di MPR, Ichsan Loulembah, di Gedung DPD, Senayan, Jakarta, Kamis. Ichsan mengemukakan bahwa hasil kajian itu memicu optimisme DPD untuk mewujudkan amandemen lanjutan terhdap konstitusi. DPD juga akan memperluas dialog dengan berbagai komponen di masyarakat mengenai amandemen konstitusi. "Kita memang tidak kenal referendum, karena itu alternatifnya adalah melakukan dialog dan menjaring masukan atau aspirasi dari kelompok-kelompok di masyarakat sebagai representasi dari masyarakat," katanya. Dia menyatakan, DPD tidak akan menolak bila dibantuk tim ahli untuk mengkaji hasil amandemen terdahulu dan mempersiapkan amandemen lanjutan. Tim itu dibentuk MPR dan melaporkan hasilnya kepada MPR. "Kami yakin tim ahli juga setuju dilakukan amandemen karena memang sudah banyak ahli yang kami undang untuk diskusi mengenai amandemen lanjutan," katanya. Tidak tabu IKAL tidak menabukan dilakukan amandemen kelima terhadap konstitusi UUD 1945, namun sebelum amandemen dilakukan, sebaiknya dilakukan kajian yang mendalam oleh sebuah tim ahli yang independen dan bebas dari intervensi partai politik atau pihak mananpun. Demikian hasil Konvensi Ikatan Alumni Lemhanas (IKAl) ke-10 di Jakarta, Rabu (4/4) yang bertema "Apa ada yang salah dalam Perubahan UUD 1945". Wakil Ketua Umum IKAL yang juga Ketua Penanggungjawab Konvensi ini, Burhanuddin Napitupulu, menjelaskan ada gejala saling menelikung di antara lembaga negara. Keadaan ini menganggu sistem ketatanegaraan. Jika dulu terjadi sentralistik di eksekutif, saat ini tampak terjadi di legislatif. "DPR tampak sangat berkuasa. Misalnya, memanggil menteri atau pejabat tertentu," kata Burhanuddin. Keadaan seperti itu menunjukkan bahwa dengan empat kali amandemen terhadap konstitusi, ternyata memberi peluang yang begitu besar kepada legislastif untuk seolah-olah melebihi lembaga negara lainnya. DPR tampak lebih berkuasa dibanding lembaga lainnya. Karena itu, Konvensi IKAL berpendapat bahwa tidak ditabukan untuk dilakukannya amandemen lanjutan (amandemen kelima) terhadap konstitusi. Namun sebelum amandemen kelima dilakukan, sebaiknya dibentuk tim ahli terlebih dahulu. Tim ahli ini bebas dari kepentingan politik partai politik atau pihak lain, independen, tidak diragukan keahliannya dan memiliki kepakaran yang diakui publik. "Tim ini berada di bawah MPR dan bertugas mengkaji hasil amandemen serta memberi arah dan `grand design` terhadap sistematika konstitusi. Sebuah konstitusi harus disusun seperti mengalir dari pembukaannya," katanya. Berdasarkan kajian IKAL, banyak pasal dalam konstitusi yang merupakan hasil empat kali amandemen tidak sistematis, tidak jelas satu sama lain dan tumpang tindih. Itulah sebabnya perlunya disusun desain yang baik. "Soal waktunya terserah, apakah akan dilakukan kajian sekarang atau besok," katanya. Salah satu contoh, kata Burhanuddin, Pasal 18 UUD 1945 menggariskan mengenai pemerintahan di daerah dan juga menyangkut pemilihan kepala daerah yang harus dilaksanakan secara demokratis. Namun kemudian dikeluarkan UU tersendiri bahwa pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara langsung oleh rakyat. (*)

Pewarta: muhaj
COPYRIGHT © ANTARA 2007