Jakarta (ANTARA News) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, menolak dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap Erwin Arnada (42), Pemimpin Redaksi Playboy Indonesia, terdakwa dalam kasus dugaan pelanggaran kesusilaan yang sebelumnya telah dituntut hukuman dua tahun penjara. Dalam sidang yang sedianya membacakan vonis terhadap Erwin, Majelis Hakim yang diketuai Efran Basuning menyatakan jaksa tidak cermat dalam menyusun surat dakwaan, karena hanya mengenakan KUHP dan tidak menyertakan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. "Karena jaksa tidak cermat dan tidak menyertakan undang-undang pokok pers yang merupakan lex spesialis, maka dakwaan tidak dapat diterima," kata Hakim Efran. Sebelum menyampaikan putusan tentang kompetensi absolut tersebut, Majelis Hakim memaparkan fakta-fakta yang diperoleh selama persidangan yang menghadirkan 18 saksi, empat saksi ahli, dan mendengarkan keterangan terdakwa. Menurut Majelis Hakim, pemeriksaan persidangan mengungkapkan PT Velvet Silver Media selaku penerbit majalah Playboy Indonesia memperoleh lisensi dari Playboy Amerika dengan sejumlah syarat yang telah disepakati. Syarat itu di antaranya penyesuaian dengan norma sosial Indonesia, dijual dalam keadaan tersegel, tidak diedarkan di lingkungan sekolah dan tempat ibadah, serta tidak melibatkan pembaca anak-anak dan penjual yang masih anak-anak sesuai peruntukan majalah tersebut bagi pria dewasa usia 25-45 tahun. Majelis hakim juga mempertimbangkan bahwa Majalah Playboy adalah produk pers yang memuat informasi dari penulis untuk disampaikan publik dari kalangan terbatas. Terkait dengan status majalah tersebut sebagai produk pers, hakim menilai pengenaan pidana terhadap Erwin dengan dakwaan primer pasal 282 ayat (3) jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal 56 ayat (1) KUHPidana (ancaman pidana dua tahun delapan bulan penjara), dakwaan subsider pasal 282 ayat (1) serta dakwaan lebih subsider pasal 282 ayat (2) tidak dapat dikenakan pada media yang terikat pada undang-undang pokok pers. Hal itu sebelumnya dikemukakan oleh saksi ahli yang dihadirkan dalam perkara tersebut, yaitu Mantan Ketua Dewan Pers, Atmakusumah Astraatmadja. Erwin sebelumnya dituntut untuk dijatuhi pidana penjara dua tahun karena dinilai terbukti melakukan pelanggaran kesusilaan melalui serangkaian perbuatan yang di antaranya menyiarkan gambar-gambar yang melanggar untuk kesopanan, yang dapat dilihat oleh orang banyak dan kejahatan tersebut dijadikan suatu pekerjaan. Perbuatan tersebut, menurut jaksa, dilakukan bersama-sama jajaran direksi PT Velvet Silver Media, yaitu Ponti Carolus Pondian dan Okke Dania, masing-masing terdakwa dalam berkas terpisah. Atas putusan itu, jaksa penuntut umum Agung Ardianto menyatakan pikir-pikir sebelum menentukan upaya hukum lanjutan. Sekitar seratusan pengunjung sidang yang mengenakan atribut Front Pembela Islam (FPI) dan Forum Umat Islam tampak kecewa mendengar putusan itu. Namun mereka tidak menyatakan protes sebagaimana yang biasa diperlihatkan selama proses persidangan Pemred Playboy. Sidang perkara dugaan pelanggaran kesusilaan oleh Erwin itu pertama kali digelar 7 Desember 2006 dan usai pembacaan dakwaan baik Erwin maupun kuasa hukumnya Ina Rahman tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa. Selama menjadi tersangka maupun terdakwa kasus tersebut, Erwin tak pernah berstatus tahanan atau tidak pernah ditahan. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2007