Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Arteria Dahlan mengkritik ketentuan mengenai terpidana hukuman percobaan boleh mencalonkan diri dalam pemilihan kepala daerah.

Menurut Arteria ketentuan itu dianggap telah menjadi sebuah kesimpulan komisi padahal sejumlah fraksi di Komisi II menolak keras ketentuan itu.

"Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri harus bertanggung jawab atas kesimpulan rapat yang mengizinkan terpidana percobaan boleh mencalonkan diri. Kalau tidak bertanggung jawab artinya ada permufakatan jahat atau setidaknya pembiaran tindak pidana," ujar Arteria melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin malam.

Arteria menegaskan Fraksi PDI Perjuangan menolak keras terpidana hukuman percobaan mencalonkan diri dalam pilkada, sehingga tidak bisa keluar kesimpulan yang memperbolehkan terpidana hukuman percobaan maju pilkada.

Dia meminta rekaman seluruh rapat Komisi II dengan pemerintah, KPU dan Bawaslu diputar kembali di hadapan publik untuk membuktikan hal yang sebenarnya.

"Coba putar kembali rekamannya, sangat jelas ada yang ngotot sekali, bahkan melawan logika akal sehat dengan mengatakan bahwa seseorang yang dihukum sepanjang tidak dipenjara secara fisik adalah bukan terpidana," kata Arteria.

Menurut Arteria, kesimpulan yang menyatakan terpidana hukuman percobaan boleh maju pilkada diawali dengan rapat mendadak yang digelar sejumlah fraksi dengan Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri pada hari Jumat (8/9) pekan lalu, tanpa kehadiran Fraksi PDI Perjuangan.

Rapat kemudian dilanjutkan Sabtu (9/9) hingga Minggu (10/9) dini hari, dengan kondisi jumlah anggota komisi tidak kuorum, namun kala itu ketentuan mengenai terpidana hukuman percobaan boleh ikut pilkada tetap ditetapkan sebagai sebuah kesimpulan Komisi II meski menuai penolakan dari Fraksi PDIP dan Partai Amanat Nasional.

"Dalam rapat tersebut dipaksakan suatu kesimpulan komisi. Hebat, semua dibuat ala koboi, tanpa mengindahkan prosedur dan ketentuan undang-undang," sesal Arteria.

Dia menegaskan kesimpulan sepihak tersebut tidak akan terjadi jika Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam negeri yang mewakili pemerintah berlaku tegas sejak awal.

Dia menilai akibat ketidaktegasan Dirjen Otda Kemendagri, maka keteguhan sikap KPU yang sebelumnya menentang wacana terpidana hukuman percobaan boleh ikut pilkada, menjadi ikut goyah.

"KPU perlahan tapi pasti akhirnya tidak berargumen dan memilih untuk mengikuti keputusan itu," kata dia.

Sebelumnya rapat antara Komisi II DPR RI, pemerintah, KPU dan Bawaslu menyepakati terpidana hukuman percobaan yang tidak di penjara secara fisik, boleh mengikuti pemilihan kepala daerah.

Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengatakan KPU harus mengikuti hasil rapat dengar pendapat antara pemerintah dan DPR itu, sebagaimana diatur dalam pasal 9 huruf a UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Pewarta: Rangga Pandu Asmara Jingga
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2016