Jakarta (ANTARA News) - Panel Antar-Pemerintah untuk Perubahan Cuaca (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC) dalam laporannya menyebutkan di Indonesia telah terjadi kenaikan suhu rata-rata tahunan antara 0,2 - 1 derajat Celcius berdasarkan data IPCC antara tahun 1970 hingga 2000. IPCC mengatakan perubahan suhu rata-rata itu dapat mengakibatkan antara lain penurunan produksi pangan, sehingga bisa meningkatkan risiko bencana kelaparan, peningkatan kerusakan pesisir akibat banjir dan badai, peningkatan kasus gizi buruk dan diare, dan perubahan pola distribusi hewan dan serangga sebagai vektor penyakit. Hal itu diungkapkan oleh Yayasan Pelangi dalam siaran tertulisnya di Jakarta, Senin yang mengungkapkan laporan IPCC berjudul "Climate Change Impacts, Adaptation and Vulnerability" yang dikeluarkan pada Jumat lalu (6/4). Laporan IPCC tersebut berkesimpulan bahwa ada "high confidence" (yang berarti 80% kemungkinan) untuk menyatakan perubahan suhu yang terjadi akhir-akhir ini telah berdampak kepada banyak sistem fisik dan biologis alam. Untuk wilayah Indonesia, laporan IPCC mengindikasikan hanya satu lokasi perubahan fisik alam, yaitu di Papua. Menurut IPCC, masyarakat miskin menjadi kelompok yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim, karena kemampuan beradaptasi mereka yang rendah dan minimnya sumberdaya yang mereka miliki, selain karena kehidupan mereka cenderung sangat bergantung pada sumberdaya yang rentan terhadap kondisi iklim. "Usaha mengurangi gas rumah kaca sebaik apapun tidak akan mampu menghindarkan kita sepenuhnya dari dampak perubahan iklim, sehingga diperlukan usaha-usaha adaptasi terhadap dampak perubahan iklim," katanya. Beberapa tindakan adaptasi sudah mulai dilakukan, namun masih sangat terbatas, misalnya pembuatan infrastuktur untuk melindungi pantai di Maladewa dan Belanda, serta dibuatnya kebijakan dan strategi manajemen air di Australia. Salah satu cara yang diusulkan untuk meningkatkan kapasitas beradaptasi adalah dengan memperhitungkan dampak perubahan iklim ke dalam perencanaan pembangunan, misalnya memasukkan adaptasi perubahan iklim dalam perencanaan pengunaan lahan dan pembangunan infrastruktur, serta menerapkkan cara-cara untuk menekan kerentanan terhadap perubahan iklim ke dalam strategi penanggulangan bencana. Laporan IPCC memberikan bukti bahwa perubahan iklim sudah mulai membawa dampak negatif dan bisa menjadi semakin parah di masa depan. Menurut Kuki Soejachmoen dari Yayasan Pelangi Indonesia, sebagai negara yang sangat rentan Indonesia harus segera memperhitungkan dan memasukkan aspek perubahan iklim dalam perencanaan pembangunan nasional agar ini bisa dilakukan, diperlukan data komprehensif yang terkait dengan perubahan iklim. Kuki mengajak lembaga-lembaga yang bidang kerjanya terkait dengan dampak perubahan iklim untuk mengumpulkan data mereka, agar dapat digunakan sebagai dasar membuat strategi pembangunan nasional yang bisa memperkecil dampak negatif perubahan iklim di Indonesia. "Dengan data yang lengkap, Indonesia bisa memetakan daerah mana yang rentan terhadap dampak perubahan iklim seperti apa, untuk kemudian menyusun strategi adaptasi perubahan iklim yang sesuai dengan kondisi tersebut," ujar Kuki. Dia mengatakan curah hujan, kenaikan permukaan air laut, kejadian banjir dan badai, kekeringan, gagal panen, serta kasus penyakit, merupakan contoh sebagian kecil data yang diperlukan untuk melakukan adaptasi perubahan iklim. Laporan `Climate Change Impacts, Adaptation and Vulnerability` adalah ringkasan dari sebuah full-report dan ditujukan bagi para pengambil kebijakan. Laporan ini adalah bagian kedua dari 'The Fourth Assessment' yang akan dikeluarkan IPCC tahun ini. Pada Februari 2007, IPCC sudah mengeluarkan bagian pertama yang berjudul `The Physical Science Basis` yang memberikan bukti-bukti bahwa pemanasan global diakibatkan aktivitas manusia. Laporan ketiga mengenai mitigasi perubahan iklim akan dikeluarkan pada Mei 2007, dan sebuah Synthesis Report pada November 2007 akan melengkapi `The Fourth Assessment, Climate Change 2007?. IPCC adalah lembaga yang dibentuk oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dan Program Lingkungan PBB (UNEP) pada 1988 dan bertugas melakukan kajian ilmiah, teknis dan sosio-ekonomi yang relevan untuk memahami perubahan iklim, potensi dampaknya serta pilihan untuk kegiatan mitigasi dan adaptasi. 2500 ilmuwan tergabung dalam IPCC dan menjadi narasumber paling berpengaruh dalam isu perubahan iklim. (*)

Pewarta: muhaj
COPYRIGHT © ANTARA 2007