Banda Aceh (ANTARA News) - Ratusan korban tsunami yang tergabung dalam Forum Komunikasi Antar Barak (Forak) meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membubarkan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias, karena lamban melaksanakan tugasnya di Aceh. "Kami minta Presiden membubarkan BRR Aceh-Nias karena lembaga tersebut belum mampu mengatasi masalah yang sedang dihadapi korban tsunami, yang hingga kini masih tinggal di barak penampungan," kata Koordinator Forak, Raden Panji Utomo, di Banda Aceh, Selasa. Hal itu diutarakan dalam orasinya di hadapan ratusan pengungsi korban tsunami yang masih tinggal di sejumlah barak hunian sementara (huntara) yang menggelar aksi unjuk rasa di jalan utama depan Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, sekitar pukul 10.00 WIB. Lebih lanjut, Panji Utomo, menjelaskan, kewajiban Susilo Bambang Yudhoyono membubarkan BRR yang dibentuk berdasarkan keputusan presiden (keppres) dua tahun lalu karena belum mampu mencari jalan keluar bagi pencepatan pembangunan rumah korban tsunami di Aceh. "BRR itu ada karena adanya keppres. Maka yang bertanggung jawab dalam membubarkan BRR Aceh-Nias itu adalah Presiden. BRR sudah gagal, terutama dalam membangun kembali rumah penduduk korban tsunami daerah ini," tambah dia. Aksi unjuk rasa yang juga diikuti para wanita dan anak-anak dari sejumlah barak huntara di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar itu mendapat perhatian masyarakat, terutama mereka yang berlalu lalang di sekitar komplek Masjid Raya Baiturrahman. Sehari sebelumnya (Senin, 9/4), hampir 300 orang pengungsi korban tsunami juga menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor BRR Aceh-Nias di kawasan Lueng Bata Kota Banda Aceh. Aksi unjuk rasa pengungsi korban tsunami itu juga dikoordinasikan Forak. Raden Panji Utomo, yang baru keluar dari tahanan dengan tuduhan sebagai penggerak aksi unjuk rasa yang berbuntut kerusuhan di Kantor BRR Aceh-Nias beberapa bulan lalu itu menilai kinerja lembaga ini jauh dari yang diharapkan. Dua tahun keberadaan BRR di Aceh dan Nias pasca bencana alam gempa bumi dan tsunmi di provinsi ujung paling barat di Indonesia itu hanya memperbanyak pegawai, sementara lebih 40.000 jiwa korban tsunami belum memiliki rumah. "BRR hanya memperbanyak pegawai dengan kualitas SDM-nya diragukan, sementara nasib korban tsunami terutama mereka yang masih tinggal di barak belum teratasi," tegas dia. Raden Panji Utomo menandatangani spanduk "mosi tak percaya" kepada BRR dengan menggunakan darah dari tanggannya. Kemudian, ratusan pengunjuk rasa juga membubuhkan tanda tangannya di atas kain putih yang dipajangkan di depan Masjid Raya Baiturrahman.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007