Jakarta (ANTARA News) - PT Indobuildco kembali menjaminkan Hak Guna Bangunan (HGB) Hotel Hilton setelah HGB itu diperpanjang selama 30 tahun dengan status tidak berada di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) atas nama Sekretariat Negara. Dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa, Direktur Utama PT Indobuildco Pontjo Sutowo yang diminta keterangannya sebagai terdakwa, mengakui HGB itu diperpanjang saat masih dijadikan jaminan tanggungan utang. HGB No 26 atas nama PT Indobuildco dijadikan jaminan utang sebesar 100 juta dolar AS di Bangkok Bank Public Co Ltd, sedangkan HGB No 27, juga atas nama PT Indobuildco, dijaminkan di BDN peringkat pertama dan BRI peringkat kedua. Dua sertifikat HGB tersebut dalam status belum dibebaskan dari tanggungan utang saat diperpanjang oleh kuasa hukum PT Indobuildco, Ali Mazi, yang juga menjadi terdakwa dalam kasus dugaan korupsi perpanjangan HGB Hotel Hilton. Ali Mazi pun mengakui, saat proses perpanjangan, pada dua sertifikat HGB itu tertulis masih dalam tanggungan dan belum dibebaskan sebagai jaminan tanggungan utang. Saat mengurus proses perpanjangan, Ali Mazi mengatakan seorang staf Bangkok Bank turut menyertainya ke Kantor Pertanahan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Pusat, untuk menunjukkan sertifikat HGB asli No 26 yang disimpan oleh Bangkok Bank. Untuk HGB No 27 yang dijaminkan di BDN dan BRI, Ali Mazi menuturkan, pihak Kantor Pertanahan BPN Jakarta Pusat meminta surat persetujuan dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), karena BDN sudah termasuk dalam pengawasan BPPN. Atas permintaan itu, Ali Mazi kemudian mendatangi BPPN dan BPPN akhirnya mengeluarkan surat persetujuan dengan syarat bahwa perpanjangan itu harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta harus ada rekomendasi dari Sekretariat Negara cq Badan Pengelola Gelora Senayan (BPGS) selaku pemegang HPL. Setelah sertifikat HGB No 26 dan No 27 akhirnya diperpanjang melalui SK No 16 dan No 17 yang ditandatangani oleh Kakanwil BPN DKI Jakarta, Robert J Lumampouw, HGB itu kembali diagunkan. "Sebelum diperpanjang sudah dijaminkan, setelah diperpanjang masih diteruskan. HGB-nya sama, bukunya sama, haknya juga sama," ujar Pontjo. Namun, dalam persidangan, Pontjo menolak menyebutkan jumlah tanggungan utang dari menjaminkan dua sertifikat HGB itu dan masa tanggungannya, dengan alasan tidak relevan. Pontjo mengaku, dengan adanya HPL maka seolah-olah ia telah melepaskan HGB atas nama PT Indobuildco yang dikhawatirkan dapat mengurangi aset kekayaan perusahaannya. Jika HPL itu mengurangi kekayaan perusahaan, ia mengatakan, pihaknya bahkan siap menempuh langkah hukum untuk mempertahankan aset PT Indobuildco. "Kewajiban kami untuk menjaga aset kekayaan perusahaan," ujarnya. Usai persidangan, JPU Hendrizal Husin, mengatakan sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria No 9 Tahun 1999, PP No 40 Tahun 1996, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 1 Tahun 1977 mengatur bahwa HGB yang berada di atas HPL tidak bisa dijaminkan tanpa ijin dari pemegang HPL. Atas perbuatan terdakwa Ali Mazi dan Pontjo Sutowo, yang memperpanjang HGB Hotel Hilton tidak menurut ketentuan, JPU menyatakan negara cq Sekretariat Negara cq BPGS telah dirugikan atas kepemilikan hak pengelolaan senilai Rp1,936 triliun, dengan dasar perhitungan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) tanah sepanjang Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan Gatot Subroto tahun 2003. Dalam dakwaan primer, para terdakwa dijerat dengan pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tentang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan negara. Dalam dakwaan subsider, para terdakwa dijerat dengan pasal 3 jo pasal 18 UU yang sama, soal menyalahgunakan kewenangan atau jabatan.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2007